Kisah-kisah Islami untuk Anak-anak

Judul Terjemahan : Kisah-kisah Islami untuk Anak-anak
Mulai : 14/9/04
Date line : 18/9/04
Judul Asli : Hikayat Islamiyyah li-al-Athfal
Penulis : Muhammad al-Shayim
Penerbit : Maktabah al-Taufiqiyah – Mesir

Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Dzat yang menciptakan dan menyempurnakan, menentukan takdir dan memberi petunjuk, dan mengajarkan manusia terhadap apa yang tidak diketahuinya. Maha suci Tuhan yang telah menciptakan iman di hati sebagai cahaya dan ketakwaan sebagai bekal, menunjukkan kita akan jalan-jalan kita, menampakkan kepada kita jalan-jalan kebahagian dan menjelaskan kepada kita tentang pokok-pokok kesuksesan.
Marilah kita membaca shalawat dan salam kepada sang penutup nabi dan rasul, nabi yang pengasih dan penyayang, yang diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam. Juga, kepada keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya sampai hari kiamat.
Anak-anakku tercinta!
Setelah aku banyak mempersembahkan kisah-kisah Islami untukmu seperti “Peperangan Rasul”, “Sejarah Rasul” dan “Anak-anak Nabi”, kini tiba waktunya untuk aku mempersembahkan beberapa kisah Islami yang menjadi bahan hiburan menjelang tidur. Kisah-kisah itu akan menjadi tambahan informasi, hukum dan faidah bagi pemahaman kalian.
Aku mempersembahkan kisah-kisah Islami ini untukmu dengan bahasa yang mudah sebagai bahan bacaan ringan, di mana engkau menutup aktivitas keseharianmu, engkau merasa bahagia dengan kisah-kisah itu dalam keterjagaanmu. Setiap cerita mempunyai kisah tersendiri dan setiap kisah mempunyai tujuan dan makna tersendiri pula.
Anak-anakku tercinta!
Marilah kita raih ketenteraman hati dan kelapangan jiwa.
Marilah kita bersama-sama melapangkan hati dan menyenangkan jiwa melalui kisah-kisah berikut. Aku berharap kisah-kisah itu akan menarik kekagumanmu, membahagiakan waktumu dan memberikan banyak informasi untuk dirimu.
Aku meminta kepada Allah agar memberi kemanfaantan untukmu melalui kisah-kisah dalam buku ini, sebagaimana aku pun berharap engkau mendapat taufik dan kesuksesan.
Allah maha pemberi taufik.
Penulis
Muhammad al-Shayim
Kairo – Ma’adi al-Jadidah – Shaqar Quraisy 195
Jum’at pagi,
3 Juli 1998 M / 9 Rabi’ul Awal 1419 H

Anugerah Langka
Anak-anaku tercinta!
Sekarang engkau bersama kisah pertama yang kupersembahkan untukmu menjelang tidur.
Ada seorang laki-laki yang memperlihatkan rumahnya kepada orang lain untuk dijual. Beberapa hari kemudian, datanglah seorang lelaki yang akan membeli rumah itu. Laki-laki itu pun kemudian membayar harga rumah yang diminta oleh si penjual. Keduanya lalu bersalaman dan masing-masing pergi.
Setelah tiga hari, ketika si pembeli masih membereskan rumah yang baru dibelinya, tiba-tiba ia menemukan sebuah kendi yang dipenuhi emas. Ia kemudian mencari laki-laki yang menjual rumah itu. Setelah bersusah payah, akhirnya ia berhasil menemukan laki-laki itu. Ia berkata kepadanya, “Aku menemukan kendi yang dipenuhi emas. Kendi itu pasti milikmu.”
Laki-laki yang tak lain adalah si penjual itu berkata, “Aku telah menjual rumah itu berikut isinya.”
“Tidak,” kata si pembeli. “Bahkan, aku hanya membeli rumahnya saja, sedangkan emas itu tetap milikmu.”
Si penjual membantah, “Aku menjualnya padamu berikut isinya.”
Kedua orang itu kemudian mengadukan persoalannya kepada Hakim. Sang hakim kemudian berkata kepada keduanya, “Jangan bertengkar! Apakah kalian berdua mempunyai anak?”
“Ya, aku punya anak laki-laki,” kata si penjual.
“Ya, aku juga punya budak perempuan,” kata si pembeli.
Hakim itu berkata, “Kawinkan saja anak laki-laki itu dengan anak perempuan. Berikanlah emas itu kepada keduanya, berilah makan kepada orang-orang miskin dan bersedekahlah kepada orang-orang yang membutuhkan. Semoga Allah memberkatimu dalam kehidupanmu.”
Sampai bertemu pada kisah yang lain di malam berikutnya.

2. Menyayangi Binatang
Anak-anakku tercinta!
Kemarilah anak-anakku! Akan kuceritakan untukmu sebuah kisah yang mengandung pelajaran, nasihat dan kasih sayang.
Dulu, ada seorang laki-laki kaya di padang pasir yang mencari kambingnya yang terletak di lembah yang satunya lagi. Di tengah perjalanan, ia merasakan haus yang luar biasa hingga dirinya hampir meninggal. Tiba-tiba ia menemukan sebuah sumur. Tanpa banyak pikir, ia kemudian turun ke dalam sumur dan meminum airnya. Maka, hilanglah rasa hausnya.
Tatkala sedang beristirahat di sisi sumur, tiba-tiba datanglah seekor anjing yang menjulurkan lidahnya kehausan. Anjing itu hampir saja mati. Melihat itu, laki-laki tersebut melepaskan sepatunya lalu turun ke dalam sumur dan mengisi sepatunya dengan air sumur.
Setelah selesai, ia kemudian keluar dan memberi minum anjing tersebut sampai hilang rasa hausnya.
Maka, Allah memberi balasan kepada laki-laki tersebut dengan mengampuni semua dosa-dosanya.
Anak-anakku! Apakah kalian melihat bagaimana menyayangi binatang mendatangkan balasan yang sangat besar?

3. Pangeran dan Budak Perempuan
Anak-anaku tercinta.
Di malam jum’at yang penuh berkah ini, akan kuceritakan untuk kalian sebuah kisah indah tentang khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Umar bin Abdul Aziz, khalifah ke lima dari khulafaur-rasyidin, duduk di halaman rumahnya. Waktu itu udara terasa sangat panas. Umar lalu memanggil budak perempuannya dan berkata kepadanya, “Budak perempuanku, kipasilah aku!” Umarpun kemudian memberikan kipas pelepah kurma kepada budak perempuannya itu.
Selanjutnya, sang budak perempuan itu duduk mengipasi khalifah sampai ia tertidur.
Tidak lama kemudian Umar terbangun dan ia menemukan pembantu wanitanya tertidur di dekatnya. Maka, ia pun lalu mengambil kipas dan mulai mengipasi pembantunya supaya tertidur dengan nyaman.
Tiba-tiba budak perempuan itu bangun dan berkata, “Apa-apaan ini wahai Amirul Mukminin?”
“Tenanglah, jangan terkejut! Engkau manusia sepertiku. Engkau mengipasiku, maka akupun mengipasimu,” kata Umar menjawab.
Anak-anakku tercinta!
Apakah kalian melihat ahlak yang mulia dari pemimpin yang mulia itu.
Sampai bertemu di cerita lain pada malam berikut, insyaallah.

4. Cobaan Allah bagi Manusia
Anak-anaku tercinta!
Malam ini kita bersama kisah yang diceritakan oleh rasullah saw.
Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- mendengar rasulullah bersabda, “Sesungguhnya ada tiga (orang) Bani Israil yang menderita penyakit kusta, botak dan buta. Allah menghendaki cobaan untuk mereka. Maka, Allah kemudian mengirim malaikat kepada mereka.
Malaikat itu datang kepada si penderita kusta dan bertanya, ‘Apakah sesuatu yang paling engkau cintai?’ Si penderita kusta menjawab, ‘Warna dan kulit yang bagus.’ Maka, ia pun diberikan warna yang bagus.’ Malaikat itu bertanya (lagi), ‘Harta apa yang paling engkau cintai?’ Si penderita kusta menjawab, ‘Unta.’ Atau ia mengatakan sapi. Maka, ia pun lalu diberikan sepuluh ekor unta yang sedang hamil. Malaikat berkata, ‘Semoga Allah memberi keberkahan bagimu pada unta-unta itu.’
Malaikat itu kemudian datang kepada si botak dan bertanya, ‘Apakah sesuatu yang paling engkau cintai?’ Si botak menjawab, ‘Rambut yang bagus dan (Allah) menghilangkan dariku (kebotakan) dimana orang-orang (mengangap)ku jijik.’ Malaikat itu kemudian mengusapnya sehingga hilanglah kebotakan itu darinya dan ia pun diberikan rambut yang bagus. Malaikat itu bertanya (lagi), ‘Harta apa yang paling engkau cintai?’ si botak menjawab, ‘Sapi.’ Maka, ia pun kemudian diberikan sapi yang sedang hamil. Malaikat itu berkata, ‘Semoga Allah memberi keberkahah bagimu pada sapi itu.’
Malaikat lalu mendatangi si buta dan bertanya, ‘Apakah sesuatu yang paling engkau cintai?’ Si buta menjawab, ‘Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku (bisa) melihat manusia.’ Malaikat itu lalu mengusapnya sehingga Allah pun mengembalikan penglihatanya kepadanya. Malaikat itu bertanya (lagi), ‘Harta apakah yang paling engkau cintai?’ Si buta menjawab, ‘Kambing.’ Maka ia pun diberikan kambing yang akan melahirkan.
Maka, kedua (orang ini) menghasilkan (menjadi kaya) dan (si buta) ini pun menghasilkan (menjadi kaya). Bagi (Si penderita kusta) ini satu lembah untuk unta(nya), bagi si botak ini satu lembah untuk sapi(nya) dan bagi (si buta) ini satu lembah untuk kambing(nya).
Malaikat itu kemudian mendatangi si penderita kusta dalam bentuk dan rupa seorang laki-laki miskin. Ia berkata, ‘Taliku telah terputus dariku dalam perjalananku[ Tidak memiliki kendaraan]. Tidak ada yang dapat menyampaikanku hari ini kecuali Allah kemudian engkau. Aku minta kepadamu, demi Dzat yang telah memberimu warna dan kulit yang bagus serta harta, seekor unta yang dengannya akan menyampaikanku dari perjalananku.’ Ia menjawab, ‘Hak-hak itu banyak.’ Malaikat itu berkata, ‘Aku seolah mengenalmu. Bukankah engkau si penderita kusta yang dianggap jijik oleh orang-orang; si miskin yang kepadamu Allah memberikan harta?’ Ia menjawab, ‘Aku mewarisi harta ini secara besar dari yang besar.’ Laki-laki miskin itu berkata, ‘Jika engkau berdusta, Allah akan mengembalikanmu kepada kondisi sebelumnya.’
Malaikat itu kemudian mendatangi si botak dalam bentuk dan rupanya. Maka, ia berkata kepada si botak dan si botak pun menjawabnya seperti jawaban si penderita kusta. Malaikat itu berkata kepadanya, ‘Jika engkau berdusta, Allah akan mengembalikanmu kepada kondisi sebelumnya.’
Malaikat kemudian mendatangi si buta dalam bentuk dan rupa laki-laki miskin dan Ibnu Sabil, ‘Taliku telah terputus dariku dalam perjalananku[ Tidak memiliki kendaraan]. Tidak ada yang dapat menyampaikanku hari ini kecuali Allah kemudian engkau. Aku minta kepadamu, demi Dzat yang telah mengembalikan penglihatanmu kepadamu, seekor kambing yang dengannya akan menyampaikanku dari perjalananku.’ Ia menjawab, ‘Duilu aku buta sampai Allah mengembalikan penglihataku. Ambillah sesukamu dan tinggalkanlah sesukamu. Demi Allah, aku tidak menyusahkanmu hari ini dengan sesuatu yang engkau ambil karena allah. Malaikat itu berkata, ‘Jagalah hartamu! Engkau sedang diuji, Allah telah meridhaimu dan membenci kedua sahabatmu.’”[1 Disepakati oleh Bukhari dan Muslim]1

5. Persatuan itu Kekuatan
Anak-anakku tercinta!
Dulu ada seorang raja muslim yang adil dan memiliki negara yang kuat. Namun sang raja memiliki banyak musuh yang iri dan mengharap dirinya lengser dari kekuasaannya.
Tatkala usianya semakin lanjut, azalnya semakin dekat dan sakitnya bertambah parah, sang raja mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya. Mereka berjumlah sebelas orang.
Sang raja berkata kepada mereka, ‘Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, beramal shalih, dan bersatu setelah aku meninggal dan janganlah bercerai-berai.” Sang raja lalu mengambil sebelas ranting pohon yang kecil dan memberikannya kepada mereka. Masing-masing mereka mendapat satu ranting.
Sang raja berkata kepada mereka, “Masing-masing kalian harus mematahkan ranting yang ada di tangannya.” Mereka kemudian mematahkan ranting-ranting yang ada di tangannya dengan begitu mudah.
Sang raja lalu memberikan sebelas ranting lainnya yang telah dijadikan satu ikatan –diikat dengan tali. Ia berkata kepada anak-anaknya, “Siapa di antara kalian yang mampu mematahkan ranting-ranting ini secara keseluruhan.”
Namun, mereka tidak mampu mematahkan ranting-ranting itu. Melihat itu, maka sang raja pun berkata kepada mereka, “Demikianlah wahai anak-anakku. Di dalam persatuan itu ada kekuatan dan di dalam perceraian itu ada kelemahan.”
Aku berwasiat kepada kalian untuk menyatukan pendapat, merapatkan barisan dan bekerja untuk sesuatu yuang diridhai oleh Tuhanmu.
Demikianlah raja yang shalih itu berwasiat kepada anak-anaknya sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali-‘Imran,
“Dan, berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai. Dan, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (di masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu jadilah kamu, karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali ‘Imran: 103)

6. Bantulah Saudaramu!
Anak-anakku tercinta!
Kemarilah, aku kuceritakan malam ini sebuah kisah yang mengandung pelajaran bagi orang yang bergaul dengan saudaranya tapi tidak membantunya.
Di sebuah hutan ada seekor singa yang menjadi “raja rimba”. Seluruh binatang yang ada di hutan itu selalu berkumpul di pagi hari untuk memberi ucapan selamat dan mendengar perintah-perintahnya. Di hutan itu pun hidup dua banteng bersaudara, yang satu berwarna merah dan kurus, sedang yang satu laginya berwarna putih dan gemuk.
Hari terus berlalu sementara penghuni hutan itu hidup dalam keadaan yang penuh dengan kebahagian. Namun, tiba-tiba segala sesuatunya berubah. Bencana dan kelaparan melanda hutan itu. Melihat peristiwa itu, raja rimba mulai memeras otak untuk mencari cara mendapat mangsa yang gemuk.
Suatu hari si raja rimba mengirim surat kepada banteng merah dan memintanya datang. Setelah ia datang, singa itu berkata kepadanya, “Anda sangat berarti di sisiku. Karena itu, aku berdialog dengan Anda. Seperti yang Anda lihat, tubuhku lemah akibat kurang makan. Apa yang Anda anjurkan?”
Sejenak macan itu terdiam. Sebelum banteng merah sempat angkat bicara, ia terlebih dahulu menyambung perkataannya, “Dengar, kengapa aku melihatmu begitu kurus, sedang saudaramu, si banteng putih, begitu gemuk? Apakah dia makan lebih banyak darimu? Atau, ia mengambil jatah makanmu? Bagaimana pendapatmu seandainya makanan yang dikonsumsi oleh kalian berdua diberikan hanya untuk dirimu?”
“Bagaimana itu bisa terjadi?,” tanya banteng merah.
Sang macan menjawab, “Akan kujadikan kau wakil raja rimba. Dengan demikian, kau akan mendapat banyak makanan. Tapi dengan syarat, kau harus memberikan saudaramu, si banteng putih, untuk aku makan. Dia pasti akan membuatku kenyang.”
Mendengar itu, si banteng putih setuju dengan keinginan si raja rimba.
Keesokan harinya datanglah si banteng putih. Maka, si raja rimbapun menyerangnya dan memangsanya.
Tidak lama kemudian datanglah si banteng merah untuk menerima jabatan yang dijanjikan oleh si raja rimba. Namun sayang, si raja rimba tidak memberikannya kepadanya.
Hari terus berlalu sementara si raja rimba tak kunjung menepati janjinya. Akhirnya, suatu hari si raja rimba meminta banteng merah menemuinya guna bermusyawarah untuk ke sekian kalinya.
Setelah si banteng merah tiba, singa itu berkata, “Apa yang harus aku lakukan wahai banteng? Aku ingin makanan?”
“Maaf baginda raja, di hutan ini banyak sekali binatang,” kata banteng merah memotong.
“Di sekelilingku tidak ada binatang selain kucing, serigala dan burung. Mereka semua tidak membuatku gemuk atau mengenyangkan perutku,” tukas si raja rimba.
Singa itu memandang ke arah banteng dan menggerakkan kepalanya.
“Apa maksudmu?,” tanya banteng merah.
“Aku menginginkanmu,” jawab si raja rimba.
“Ya, engkau telah memangsaku ketika engkau memangsa saudaraku,” kata si banteng merah kecewa.
Singa itu kemudian menyerang banteng merah dan memangsanya.
Wahai anak-anakku.
Ini adalah keteladan bagi setiap orang yang mengkhianti saudaranya atau tidak menolongnya. Rasulullah saw bersabda, “Tolonglah saudaramu ketika mendzalimi atau didzalimi!”
Para sahabat bertanya, “Ya rasulullah, kami menolongnya ketika didzalimin, bagaimana kami menolongnya ketika ia berbuat dzalim?”
Nabi Muhammad menjawab, “Engkau mencegahnya dari kedzaliman dan mengarahkannya pada kebenaran.”
***
7. Unta yang Teraniaya
Anak-anakku tercinta.
Cerita malam ini begitu indah dan sangat menghibur.
Suatu hari Rasulullah melintas di jalanan kota Madinah. Tiba-tiba rasul melihat orang banyak berkerumum di dekat pagar sebuah taman. Rasul lalu bertanya kepada mereka tentang penyebab kerumunan itu. Mereka menjawab bahwa ada seekor masuk ke dalam taman tersebut. Unta itu marah dan memusuhi semua orang sehingga tak ada seorang pun yang dapat mengendalikannya.
Rasulullah saw kemudian masuk ke dalam taman tersebut dan memberi isyarat kepada unta itu. Segera unta itupun datang dan meletakkan kepalanya di bahu Rasul kemudian menangis. Rasulullah mengelus kepalanya dan bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”
“Ya rasulullah, makananku sedikit, bebanku berat dan mereka memukuliku,” jawab unta itu mengadu.
Rasulullah bersabda, “Bersabarlah! Apakah engkau ingin kembali menjadi kecil atau akan bersabar dan mendapat sorga?”
Unta itu berteriak dengan suara yang didengar oleh semua orang, “Sorga ya Rasulullah!”
Maka, Nabi pun menasihati si pemilik unta itu untuk memperlakukannya dengan baik dan lemah lembut.
Sampai bertemu di cerita yang lain di malam berikutnya, insyaallah.
***

8. Hamba yang Shaleh dan Awan
Anak-anakku tercinta!
Kemarilah bersamaku untuk mendengarkan kisah ini. Melalui kisah ini, engkau akan tahu bagaimana balasan Allah kepada orang-orang yang shaleh.
Dulu ada seorang petani laki-laki sedang berjalan di perkebunannya. Petani itu lalu mendongakkan kepalanya ke arah langit dan melihat awal tebal sedang berarak. Dalam hatinya petani itu berharap awan itu menurunkan hujan ke kebunnya.
Namun tiba-tiba petani itu mendengar suara di antara awan itu, “Siramilah kebun si Anu!” Awan itu kemudian berarak dan menurunkan hujannya di sebuah kebun yang tidak jauh dari kebun petani itu.
Petani itu lalu mendatangi kebun yang disirami hujan dan menemukan pemiliknya sedang berdiri di sana. Petani itu bertanya kepada pemilik kebun, “Siapa namamu tuan?”
“Kenapa,” kata si pemilik kebun balik bertanya.
“Aku ingin tahu namamu,” kata petani itu menjawab.
“Namaku Anu,” katanya, menjelaskan.
“Aku mendengar suara di awan yang mengatakan ‘siramilah kebun si Anu’. Demi Allah, Apa yang Anda lakukan?” tanya petani itu penasaran.
“Saudaraku, aku selalu ridha kepada kebunku. Jika hasilnya bagus, sepertiganya kusedekahkan, sepertiganya kumakan bersama keluargaku dan sepertiga lainnya kukembalikan ke kebun ini,” jawab pemilik kebun.
“Semoga Allah memberkatimu dan semoga Allah membalasmu dengan kebaikan,” kata petani itu mendoakan.
***
9. Isteri yang Bertakwa
Anak-anakku tercinta!
Takwa kepada Allah akan membuat seorang hamba bahagia. Kemarilah, akan kuceritakan untukmu apa yang terjadi terhadap seorang wanita bersama Amirul Mukminin, Umar bin al-Khattab.
Amirul Mukmin bin al-Khattab selalu berusaha mencari tahu tentang kondisi rakyatnya di malam hari. Suatu ketika ia berdiri di samping sebuah rumah dan mendengar perselisihan.
“Fatimah,” kata seorang ibu memanggil anak perempuannya.
“Ya, ibu,” sahut anak perempuannya.
“Sudahkah engkau menyiapkan susu untuk di pasar besok?,” tanya ibu itu.
“Sudah,” jawab anaknya singkat.
“Tambahkan air ke dalamnya (untuk mengelabui),” pinta ibu itu.
“Jangan ibu,” jawabnya melarang.
“Jangan takut, Umar tidak akan datang ke pasar besok,” kata sang ibu meyakinkan.
“Jika Umar tidak melihat kita, di mana Tuhan Umar?” katanya berkilah.
Ketika itulah Umar mengetuk pintu rumah itu. Ia lalu mengucapkan salam kepada ibu dan anak itu.
“Siapa Anda?,” tanya si ibu.
“Umar,” jawabnya.
“Apa yang Anda inginkan wahai Amirul Mukminin?” tanyanya kembali.
“Aku meminta izinmu untuk mengawinkan puterimu dengan Ashim, anakku,” kata Umar.
Sang ibu pun menyetujui itu dan akhirnya menikahlah Fatimah si anak penjual susu dengan Ashim putera Amirul mukminin, Umar bin al-Khattab. Dari keturunan memepelai inilah khalifah Umar bin Abdul Aziz terlahir.
Terkait dengan penipuan ini, Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang menipu umatku, maka ia bukan dari golonganku.”
***
10. Kejujuran itu Menyelamatkan
Dulu ada seorang pemuda yang gemar menuntut ilmu. Pemuda itu banyak mengunjungi berbagai negara karena cintanya untuk mendapatkan ilmu. Pemuda itu bernama Abdul Qadir al-Jailani.
Suatu hari, Abdul Qadir bersama teman-temannya berniat untuk mengunjungi Baghdad guna menuntut ilmu di sana. Semalam sebelum mereka berangkat, Abdul Qadir berkata kepadanya ibunya, “Ibu, berilah wasiat untukku.”
Mendengar itu sang ibu memberinya uang empat puluh dinar dan berkata kepadanya, “Jangan berdusta! Itulah wasiatku untukmu.”
Ketika Abdul Qadir dan teman-temanya berada di tengah padang pasir, tiba-tiba sekelompok perampok datang dan mengambil semua barang bawaan mereka. Namun sebelumnya para perampok itu bertanya kepada masing-masing mereka, “Apa kau bawa?” seorang dari mereka menjawab, “Aku tidak membawa apapun.” Meski begitu, para perampok itu menemukan uang darinya, maka mereka pun merampasnya. Sampai tiba giliran Abdul Qadir, kepala perampok bertanya kepadanya, “Apa yang kau bawa?”
“Aku membawa uang empat puluh dinar,” jawab Abdul Qadir.
Para perampok itu berkata, “Heran, kenapa kau tidak berdusta kepada kami.”
“Aku telah berjanji kepada ibuku untuk bersikap jujur,” jawabnya.
“Engkau menjaga janjimu terhadap ibumu, sedang kami mengkhianati janji kepada Allah ajja wa jalla. Kami bertaubat dan kembali kepada Allah,” kata pemimpin perampok itu menyesal.
Karena kejujuran itulah, akhirnya Abdul Qadir, sang pencari ilmu, selamat dari para perampok itu. Bahkan, para perampok itu akhirnya bertaubat di hadapannya sehingga Allah pun memperbaiki keadaan mereka semua.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.
***
11. Kebesaran Jiwa Rasul
Anak-anaku tercinta.
Tahukah kalian apa yang dilakukan oleh rasulullah di hari penaklukan kota Mekah?
Sebelum peristiwa itu terjadi, Rasulullah pernah meninggalkan kota Mekah dan berangkat menuju kota Madinah. Selama berada di sana, rasul selalu merindukan Mekkah. Ketika Allah memberi anugerah dan pertolongan kepadanya sehingga beliau dan para sahabat dapat memasuki Mekah, Rasulullah memerintahkan untuk menghancurkan berhala yang ada di sekeliling Ka’bah.
Rasul bersabda seperti dalam al-Qur’an, “Dan katakanlah, ‘kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap’. Sesungguhnya kebatilan itu sesuatu yang pasti lenyap.” (Al-Isra: 81)
Sementara orang-orang Quraisy berkumpul di dalam Ka’bah, Rasulullah, sang pemimpin yang ditolong, terus mengawasi mereka. Apa yang Rasul lakukan kepada mereka? Padahal sebelumnya mereka adalah orang-orang yang mencaci-maki, menganggap dirinya gila dan mengusirnya dari Mekah. Bahkan, mereka pun menyakiti para sahabat Rasul seperti keluarga Yasir, Bilal dan yang lainnya.
Sejenak rasul terdiam, namun kemudian beliau bersabda kepada orang-orang Quraisya itu, “Apa yang kau kira tentang apa yang akan kulakukan terhadap kalian?”
Orang-orang Quraisy itu menjawab, “Wahai saudara mulia dan putera saudara yang mulia.”
Rasulullah bersabda kepada mereka, “Aku tidak akan berkata kepada kalian kecuali seperti perkataan Yusuf, saudaraku, kepada saudara-saudaranya, “Yusuf berkata, ‘Tak ada cercaan terhadap kamu hari ini, semoga Allah mengampuni (kamu) dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.’” (Yusuf: 92)
Rasulullah kemudian melanjutkan, “Pergilan kalian! Kalian bebas.”
Berita ini mengena di hari orang-orang musyrik bak salju yang memadamkan api. Karena itu, mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam di hari penaklukan kota Mekah ini. Dalam kesempatan ini pula turun firman Allah, “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan, kamu melihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka, bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (Al-Nasr: 1-3)
***

12. Memaafkan Ketika Mampu Membalas
Anak-anakku tercinta!
Kemarilah, malam ini kita akan menyelami sebuah kisah indah. Kisah yang mengajarkan kita tentang maaf dan berjiwa besar dari rasul dan kekasih kita, Muhammad saw.
Suatu hari Rasul tidur di bawah sebuah pohon dan beliau meletakkan terompahnya di sampingnya. Tidak ada pedang atau penjaga di sekitarnya yang akan melindungnya.
Tiba-tiba seorang laki-laki Arab dari kaum kafir Quraisy melintas. Ia menoleh ke arah Rasul dan mendapatinya sedang tertidur di bawah sebuah pohon tanpa penjaga atau pedang di sisinya.
Laki-laki Arab itu berkata, “Ini kesempatan yang sangat berharga. Tibalah waktunya aku membunuh Muhammad. Orang-orang Arab akan merasa santai karenanya dan kami kami akan menghabisi agama baru itu.”
Anak-anakku!
Laki-laki itu mengeluarkan pedangnya dan mengangkatnya ke atas untuk ditebaskan ke tubuh Rasul. Orang Arab itu itu berkata, “Siapa yang akan mencegahku darimu sekarang, wahai Muhammad?”
Namun Rasulullah bersabda setelah membukakan kedua matanya, “Allah mencegahku darimu.” Seketika itu pula tangan orang Arab itu terhenti di atas dan terlihat bergetar. Nabi kemudian bangkit dan mengambil pedang itu dari tangannya. Pedang itu kemudian diangkat dan nabi bertanya kepada orang Arab itu, “siapa yang akan mencegahmu dariku sekarang?” Orang Arab itu berkata, “Engkau saudara mulya dan anak saudara mulia.” Rasulullah bersabda, “Aku telah memaafkanmu.”

13. Istana di Surga
Anak-anaku tercinta.
Kisah kita hari ini sangat indah dan mengagumkan. Kisah ini berlangsung di sebuah kampung sederhana yang penduduknya biasa melaksanakan shalat di masjid yang bangunannya apa adanya. Setelah menunaikan shalat, mereka biasa berkumpul di sekeliling seorang syeikh untuk mendengarkan pelajaran. Mereka tampak begitu senang dan bahagia.
Anak-anakku.
Suatu hari kampung itu diguyur hujan yang sangat deras seperti air bah. Akibatnya, bangunan mesjid yang menjadi tempat mereka berkumpul ambruk.
Orang-orang itu melingkar di sekitar syeikh. Lihatlah apa yang mereka lakukan? Mereka ingin membangun mesjid itu kembali, tapi mereka miskin dan tidak mempunyai harta. Di kampung itu juga tak ada orang yang mempunyai harta untuk pembangunannya kecuali kepala kampung yang dikenal kaya.
Bersama beberapa orang yang shalat di masjid itu akhirnya syeikh mmenghadap kepala kampung dan mereka memintanya agar menginfakkan harta dalam pembangunan mesjid tersebut. Sayang kepala kampung menolak, bahkan ia mencemooh mereka.
Syeikh berkata kepadanya, “Sesunguhnya orang yang membangun rumah Allah di bumi, maka Allah akan membangunkan sebuah istana di sorga.”
Mendengar perkataan itu kepala kampung tercengang. Ia bertanya, “Siapa yang menjaminku atas janji itu jika aku membangun masjid untukmu?
“Aku yang menjaminnya,” jawab syeikh meyakinkan.
Syeikh lalu meminta kertas dan menuliskan di atasnya, “Dengan menyebut Nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, ya Tuhan kami, hambamu Fulan bin Fulan telah membangun rumahmu di bumi. Maka, berikanlah kepadanya sebuah istana di surga.”
Syeikh itu lalu berkata kepada kepala kampung, “Mintalah anak-anakmu untuk meletakkan kertas ini bersamamu di dalam kain kafanmu ketika kau meninggal.
Singkat cerita pembangunan mesjid itu telah selesai dan beberapa hari berikutnya meniggallah kepala kampung. Sesuai amanatnya, Anak-anaknya lalu meletakkan kertas tersebut di dalam kafan bapaknya.
Satu hari setelah jenazah kepala kampung di makamkan, ketika syeik sedang mengimami orang-orang melaksanakan shalat shubuh di mesjid, tiba-tiba sebuah kertas jatuh ke depan mereka. Usai melaksanakan shalat, syeikh bersama para jamaah meraih kertas itu. Ternyata, itu adalah kertas yang diletakkan di dalam kubur kepala kampung. Hanya saja, dibagian akhirnya tertulis, “Kami telah menepati janji dan menyerahkan istana itu ke pemiliknya.”
Anak-anakku tercinta!
Apakah kalian melihat balasan dari amal shaleh dan cinta kebaikan itu, khususnya membangun dan meramaikan mesjid.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.

***
14. Pemuda yang Bertakwa
Anak-anaku tercinta!
Kemarilah, malam ini akan kuceritakan kisah pemuda penggembala kambing dan Amirul Mukminin, Umar bin al-Khattab –semoga Allah meridhainya.
Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab berada di sebuah padang pasir bersama dengan sahabat-sahabatnya. Di sana mereka kelaparan. Umar kemudian melihat ke sekelilingnya dan dari kejauhan ia melihat seekor kambing. Ia kemudian menghampiri kambing sampai tiba di sana.
Umar berkata kepada anak muda penggembala kambing, “Wahai anak muda, berilah kami seekor kambing kecil. Kami kelaparan.” Pemuda yang tak tahu bahwa sosok yang di hadapannya adalah Umar bin al-Khattab menjawab, “Aku tidak berhak memberikannya. Kambing-kambing itu milik pemiliknya, sedang aku hanyalah buruhnya.”
Umar mencoba keimanan pemuda itu dengan mengatakan, “Berikanlah kambing itu kepada kami! Bila pemiliknya bertanya kepadamu tentangnya, katakan serigala telah memangsanya.”
Pemuda itu menjawab, “Bila aku mengatakan serigala telah memangsanya kepada pemiliknya, apa yang akan kukatakan kepada Tuhan serigala itu di hari kiamat?”
Mendengar itu Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab merasa bahagia. Ia kemudian memperkenalkan dirinya kepada pemuda itu dan mendo’akan kebaikan untuknya.
***
15. Ali bin Abu Thalib dan Mimpi yang Nyata
Anak-anakku tercinta!
Di malam Jum’at yang penuh berkah ini akan kuceritakan untukmu kisah teragung dari Amirul Mukminin, Ali bin Abu Thalib –semoga Allah memulyakan wajahnya.
Anak-anakku!
Engkau tahu bahwa Ali bin Abu Thalib adalah anak paman (sepupu) Nabi Muhammad saw. Semasa kecil Ali mendapat pendidikan bersama Nabi di rumah kenabian. Ia pun merupakan khalifah Rasulullah yang keempat.
Aku ceritakan untukmu bahwa, di suatu malam Ali bin Abu Thalib mimpi duduk di hadapan Rasulullah saw.[1 Mimpi ini terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin al-Khattab –semoga Allah meridhainya]1 Kala itu, Rasulullah memegang sebuah piring yang berisi kurma mentah. Ali bin Abu Thalib berkata kepadanya, “Ya Rasulullah, berikanlah kurma mentah itu untukku.”
Dengan tangannya yang mulia, Rasul meletakkan sebutir kurma mentah di mulutnya. Rasul pun mulai membagikan kurma mentah itu kepada para mushali yang ada disekitarnya.
Ali berkata lagi kepada Rasulullah, “Berilah tambahan untukku ya Rasulullah. Kurma mentah itu enak.” Namun Rasulullah saw tidak memberikan tambahan kepadanya untuk kali yang kedua.
Ali terjaga dari tidurnya. Waktu itu, shubuh telah tiba. Maka, ia segera berwudu dan berangkat ke mesjid.
Ketika berada di tengah perjalanan di dekat mesjid, Ali berpapasan dengan seorang nenek yang memegang piring berisi kurma mentah. Nenek itu berkata kepada Ali, “Wahai Ali, ambilah piring ini dan berikan kepada Amirul Mukminin, Umar bin al-Khattab, untuk dibagikan kepada para mushali.
Ali mengambil piring itu dan memberikannya kepada Umar. Setelah selesai menunaikan shalat, Umar memegang kurma mentah itu dan meletakkannya di mulut Ali. Umar pun mulai memberikannya kepada para mushali. Ali berkata kepadanya, “Wahai Amirul mukminin, berilah tambahan untukku!” Umar menjawab, “Seandainya Rasullah memberi tambahan untukmu, tentu akupun memberi tambahan untukmu.”
Anak-anakku tercinta.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.
***
16. Setan dan Kakek
Anak-anakku tercinta.
Kemarilah untuk mendengar kisah mengagumkan antara seorang kakek buta dengan iblis terlaknat.
Kakek itu biasa keluar dari rumahnya dalam keadaan berwudu, bertumpu kepada sebuah tongkat dan berangkat menuju mesjid untuk menunaikan shalat shubuh.
Suatu malam, kakek itu kembali ke rumahnya setelah melaksanakan shalat. Di tengah perjalanan kakek itu terjatuh ke dalam sebuah lubang yang ada di jalan. Kakek itu minta ampunan Allah dan berkata, “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya.”
Seorang laki-laki datang, meraih tangannya dan mengeluarkannya dari lubang itu. Laki-laki itu berkata, “Mari, aku tidak akan meninggalkanmu sampai engkau bersantai di rumah.”
Setelah kakek itu sampai di rumahnya, laki-laki itu berkata kepadanya, “Aku akan mengunjungimu setiap hari untuk menemanimu pergi ke mesjid, sehingga engkau tidak terjatuh ke dalam lubang itu untuk kedua kalinya.”
“Terima kasih wahai Tuan yang baik hati. Tapi, siapakah engkau?,” tanya si kakek.
“Kakek, kau tidak akan percaya kepadaku. Aku adalah Iblis,” jawab laki-laki itu.
“Apa yang mendorongmu melakukan kebaikan, sementara kau adalah ahli kejahatan,” tanya si kakek heran.
“Aku akan berterus-terang kepadamu. Ketika kau terjatuh ke dalam lubang, kau bertahmid kepada Allah. Karena itulah Allah mengampuni sebagian dosa-dosamu. Tatkala aku mengetahui hal itu, aku ingin engkau tidak terjatuh ke lubang itu untuk kedua kalinya, sehingga Allah tidak mengampuni sisa dosa-dosamu,” kata si iblis menjelaskan.
Anak-anaku tercinta.
Apakah kalian melihat muslihat setan laknat terhadap si kakek mulia itu.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.
***
17. Umar bin Khattab dan Ibu Anak-anak
Anak-anakku tercinta!
Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab telah terbiasa memeriksa keadaan rakyatnya pada malam hari. Ketika melintas di samping sebuah rumah, ia mendengar suara wanita menangis dan mengucapkan syair,
Ya Allah yang Maha Pengasih dari para pengasih,
Siksalah Umar sang Amirul Mukminin.
Mendengar itu, Umar mengetuk pintu dan wanita itu membukakan rumahnya. Umar bertanya kepadanya, “Apakah kau mengenal Umar?
“Aku belum pernah melihatnya sebelumnya,” jawab wanita itu.
“Bersumpahlah atas nama Allah, apa yang membuatmu marah kepada Umar?,” tanya Umar menyelidik.
Wanita itu menjawab, “Lihatlah bejana besar yang berada di atas api itu. Lihatlah anak-anak kecil yang sedang tertidur itu. Mereka menginginkan makanan, tapi aku tidak menemukannya untuk mereka. Aku lalu meletakkan kerikil bercampur air itu di dalam panci. Aku mengelabui mereka dengan mengatakan sebentar lagi daging itu akan matang. Wahai Tuan, demi Allah, siapa yang bertanggung jawab atas nasib kami kecuali amirul mukminin Umar?”
Umar segera meninggalkan wanita itu dan berangkat menuju baitul mal kaum muslimin. Ia membawa kantong besar yang berisi terigu, minyak di dalam botol dan daging dendeng. Ia membawa semua itu di atas punggungnya.
Ketika umar berjalan di malam hari menuju rumah wanita itu, Abdullah bin Mas’ud bertemu dengannya. Abdullah berkata kepadanya, “Aku akan menggantikanmu wahai Amirul Mukminin.” Umar menjawab, “Tidak wahai Ibnu Mas’ud. Mampukah kau menanggung dosaku pada hari kiamat?”
Umar mendatangi wanita itu dan memberikan seluruh makanan itu kepadanya. Wanita itu sangat berterima kasih dan bertanya, “Siapa engkau wahai laki-laki yang baik?”
“Aku Umar,” jawab khalifah.
Wanita itu tertawa dan berkata,
Ya Allah yang Maha Pengasih dari para pengasih,
Lapangkanlah dada Umar sang Amirul Mukminin.
***
18. Tes Kepemimpinan
Anak-anakku tercinta!
Kemarilah! Mari kita membuka buku tentang khalifah Harun al-Rasyid.
Harun adalah khalifah yang mengawini budak perempuannya yang melahirkan anaknya, al-Amin. Setelah menikah dengan budak itu, ia menikah lagi dengan seorang wanita merdeka yang melahirkan anaknya, Al-Ma’mun.
Di hari tua, Harun al-Rasyid ingin mewariskan kekhalifahan kepada Al-Amin, anaknya yang dilahirkan oleh ibunya yang budak.
Namun Ibu al-Ma’mun (Isteri kedua Harun al-Rasyid) menentang itu dan berkata, “Anakku lebih berhak akan kekhalifahan.” Tapi Harun al-Rasyid berkata kepadanya, “Aku akan mengadakan test bagi keduanya untuk mengetahui siapa di antara mereka yang paling pantas?”
Saat itu, gubernur Irak mendapat banyak kecaman. Karena itu, Harun al-Rasyid meminta anaknya dan berkata kepadanya, “Anggaplah dirimu khalifah dan bersikaplah terhadap gubernur yang mendapat banyak keluhan itu?”
Setelah menyelidiki keluhan-keluhan itu, Al-Ma’mun menuliskan keputusan untuk bapaknya dalam empat belas halaman.
Harun al-Rasyid kemudian memanggil Al-Amin, anaknya dari isterinya yang budak. Ia berkata kepada anaknya, ““Anggaplah dirimu khalifah dan bersikaplah terhadap gubernur itu!”
Al-Amin lalu menuliskan keputusannya dalam beberapa ungkapan pendek, yang diantaranya,
“Wahai Bapak Gubernur. Banyak pengaduan tentangmu, sedikit orang yang mencintaimu. Maka berlaku adillah atau lengserlah ...”
Karena itulah Harun al-Rasyid memberikan tampuk kepemimpinan kepada Al-Amin anaknya.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.
***
19. Kisah Azan
Anak-anakku tercinta!
Tahukah kau tentang kisah Azan? Kemarilah, akan kuceritakan untukmu malam ini.
Sebelum azan diberlakukan, kaum muslimin sudah terbiasa melaksanakan shalat berjamaah di mesjid. Namun sebagian orang sering terlambat dari waktunya.
Adalah Bilal bin Rabah al-Habasyi, sosok yang selalu berputar di berbagai distrik di dalam kota Madinah untuk mengajak orang-orang melaksanakan shalat berjamaah.
Rasulullah sangat peduli dengan apa yang dilakukan Bilal. Beliau mulai bermusyawarah bersama para sahabat untuk mencari cara mengumpulkan orang-orang guna melaksanakan shalat berjamaah.
Salah seorang sahabat berkata, “Kita memukul kentongan.” Pendapat itu tidak disetujui karena meniru perbuatan umat nasrani. Sahabat yang lainnya berkata, “Kita menyalakan api.” Pendapat itu pun tidak disetujui karena merupakan perbuatan umat majusi. Sahabat ketiga berkata, “Kita meniup terompet.” Namun pendapat itupun tidak disetujui karena merupakan perbuatan umat Yahudi.
Dalam musyawarah itu hadir sahabat Abdullah bin Zaid. Abdulllah pernah bermimpi melihat seorang laki-laki mengajari dirinya bagaimana memanggil orang-orang untuk berkumpul melaksanakan shalat berjamaah. Dalam mimpi itu ia membaca kalimat-kalimat azan yang ada sekarang.
Ketika terjaga, Abdullah merasa sangat bahagia dan mukanya berseri-seri. Ia segera berangkat ke rumah rasul dan menceritakan apa yang dimimpikannya.
Rasul sangat bahagia dengan hal itu dan beliau berkata kepada Bilal, “Kau yang paling tinggi suaranya. Kumandangkanlah azan!”
Ketika Bilal sedang mengumandangkan azan, Umar bin al-Khattab datang dengan tergesa-gesa. Umar berkata, “Aku melihat ini dalam mimpiku.”
Kalimat-kalimat azan sebagai berikut:
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.
Aku bersaksi tidak ada Tuhan (yang hak) kecuali Allah.
Aku bersaksi tidak ada Tuhan (yang hak) kecuali Allah.
Aku bersaksi Muhammad adalah rasul Allah.
Aku bersaksi Muhammad adalah rasul Allah.
Marilah kita shalat.
Marilah kita shalat.
Marilah kita menuju kebahagiaan.
Marilah kita menuju kebahagiaan.
Tuhan ada Tuhan (yang hak) kecuali Allah.
Nabi Muhammad saw menambahkan ungkapan “Shalat itu lebih baik dari pada tidur setelah ungkapan “Marilah kita menuju kebahagiaan” yang kedua dalam azan shubuh.
Anak-anakku tercinta! Demikianlah kisah azan itu.
***
20. Bulan-bulan Qamariyah
Anak-anakku tercinta.
Kemarilah, malam ini aku akan membekali kalian dengan pengetahuan yang harus diketahui oleh semua muslim sepanjang hayatnya.
Bulan Ramadhan telah Allah spesialkan dengan menurunkan al-Qur’an dan mewajibkan puasa kepada kaum muslimin. Bulan Ramadhan merupakan bulan Qamariyah atau salah satu bulan di tahun Hijriyah.
Adapun bulan-bulan Qamariyah adalah:
Muharram, Shafar, Rabi’ul Awal, Rabi’ul Tsani, Jumadal `Ula, Jumada Tsaniyah, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzul-Qa’dah dan Dzul-Hijjah.
Anakku!
Seperti yang kau lihat, bulan-bulan Qamariyah itu berjumlah dua belas bulan. Dalam al-Qur’an Allah berfirman, “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, di dalam ketetapan Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” (al-Taubah: 36)
Tahukah kau apakah bulan-bulan haram itu?
Bulan haram berjumlah empat. Yaitu Muharram, Rajab, Dzul-Qa’dah dan Dzul-Hijjah.
Dalam bulan Qamariyah tidak mesti satu bulan itu berjumlah tiga puluh hari. Sebab, awal dan akhir bulan hijriah itu ditentukan dengan melihat bulan sabit. Bulan sabit itu kadang muncul dalam dua puluh sembilan hari, kadang juga tiga puluh hari.
Ketika bulan sabit terlihat itu dinamakan “Permulan”, ketika bulan sempurna dinamakan “Purnama” dan ketika bulan tidak terlihat sama sekali dinamakan malam “bulan yang mengecil.”
Anak-anakku.
Tahukah kau mengapa bulan diturunkannya al-Qur’an dinamakan Ramadhan? Ia dinamakan begitu, sebab orang-orang Arab dulu mengambilnya dari kata “Ramdha” yang berarti “sangat panas”.
Anak-anakku!
Cukup sampai di sini untuk malam ini.
***
21. Bergegas pada Kebaikan
Anak-anakku tercinta.
Kemarilah, malam ini akan kuceritakan sebuah kisah tentang perang `Usrah atau perang ‘susah’. Perang itu dinamakan demikian, sebab, ketika Rasulullah mempersiapkan pasukan dalam rangka menghadapi peperangan ini, situasi yang terjadi sangat susah di mana kelaparan dan kehausan merajalela.
Karena itu, Rasulullah mengundang kaum muslimin agar menginfakkan hartanya bagi yang mampu. Beliau duduk untuk menerima sumbangan dan menganjurkan kepada para sahabat yang mampu untuk menyumbangkan hartanya kepada rasulullah.
Salah seorang sahabat yang paling awal menyumbangkan hartanya adalah Umar bin al-Khattab –semoga Allah meridhainya--. Ia datang kepada rasulullah dengan membawa harta yang banyak. Karena itulah rasulullah bertanya kepadanya, “Berapa (yang kau sumbangkan) ini dari hartamu, wahai Umar?”
Umar menjawab, “Setengah (dari) hartaku. Aku datang membawa sebagian dan aku tinggalkan untuk keluargaku sebagian-(nya).”
Orang kedua yang menginfakkan hartanya setelah Umar adalah Abu Bakar Shidiq –semoga Allah meridhainya. Ia juga datang membawa harta yang banyak. Karena itulah rasulullah bertanya kepadanya, “Berapa (yang kau sumbangkan) ini dari hartamu, wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab, “Aku meninggalkan Allah dan rasul-Nya untuk mereka.”
Demikianlah Anak-anakku!
Kau telah melihat bagaimana orang-orang bergegas pada kebaikan. Sebab dunia pasti lenyap, sedang akhirat itu kekal. Allah akan memberikan tambahan kepada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah akan menerima amalan orang-orang yang shaleh.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, dengan kehendak Allah.
***
22. Ummu Hudzaifah dan Amanah
Anak-anaku tercinta.
Kemarilah! Aku akan menceritakan kisah yang indah. Kisah tentang Ummu Hudzaifah, seorang wanita beriman dan bertakwa.
Alkisah, Abu Hudzaifah dan Ummu Hudzaifah hidup penuh dalam kebahagiaan dan ketentraman. Apalagi setelah Allah menganugerahi mereka dengan seorang bayi laki-laki. Lengkap sudah kebahagian mereka.
Suatu hari, Abu Hudzaifah keluar dari rumah untuk mencari kayu bakar di padang pasir. Namun selama dua, tiga atau empat hari ia menghilang.
Di suatu malam ketika ia menghilang, tiba-tiba anaknya sakit parah. Akhirnya anak itu menghembuskan nafas terakhir. Arwahnya terbang ke pangkuan Allah swt.
Ummu Hudzaifah lalu memandikan dan mengafankan anak itu. Setelah peristiwa itu, ia berpakaian dan berdandan. Tidak lama setelah itu, terdengar ada orang mengetuk pintu. Ternyata itu adalah Abu Hudzaifah. Ia telah datang.
Ummu Hudzaifah sangat bahagia dengan suaminya yang kembali dan ia menerimanya dengan baik. Ia kemudian menyiapkan makanan. Namun Abu Hudzaifah langsung bertanya kepadanya, “Di mana anakku?”
“Sebelum bertanya tentang Anakmu, aku mempunyai sebuah pertanyaan,” kata Ummu Hudzaifah memotong.
“Apa itu?” kata Abu Hudzaifah.
“Apa pendapatmu wahai Abu Hudzaifah seandainya tetangga kita menitipkan sebuah amanat kemudian ia memintanya. Apa yang harus kita lakukan,” kata ummu Hudzaifah berkelakar.
“Mengembalikan titipannya,” kata Abu Hudzaifah.
“Allah telah menitipkan sebuah amanat kepada kita dan Dia telah mengambilnya. Apakah ini membuatmu marah?” kata Ummu Hudzaifah. “Anakmu telah meninggal.”
“Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya,” kata Abu Hudzaifah.
Abu Hudzaifah lalu pergi menemui nabi Muhammad saw dan menceritakan apa yang terjadi pada Ummu Hudzaifah. Rasulullah kemudian bersabda, “(Ummu Hudzaifah adalah) sebaik-baiknya wanita. Sesungguhnya ia adalah ahli surga.”
***
23. Masyithah dan Anak Perempuan Fir’aun
Anak-anakku tercinta!
Kemarilah, malam ini aku akan menceritakan kisah seorang wanita yang kokoh keimanannya. Ia adalah Masyithah.
Masyithah adalah seorang pembantu di istana Fir’aun. Tugasnya adalah menyisir rambut anak perempuan Fir’aun.
Suatu hari ketika ia sedang melaksanakan tugasnya, tiba-tiba sisir itu jatuh dari tangannya dan jatuh ke tanah. Ia kemudian memungutnya dengan mengatakan, “Dengan menyebut nama Allah.”
Anak perempuan Fir’aun itu terkejut dan bertanya kepadanya, “Apakah kau mempunyai Tuhan selain bapakku?”
Wanita itu menjawab, “Ya, Allah adalah Tuhanku, Tuhan bapakmu dan Tuhan seluruh manusia.”
Anak perempuan Fir’aun itu marah dan segera menghadap bapaknya. Kepadanya ia berkata, “Masyithah mengingkarimu. Ia mempunyai Tuhan selainmu.”
Mendengar itu Fir’aun kemudian memerintahkan menterinya, Haman, untuk menyiapkan sebuah wadah besar yang terbuat dari tembaga. Wadah itu selanjutnya diisi dengan minyak yang mendidih.
Fir’aun lalu memanggil Masyithah dan bertanya kepadanya, “Siapa Tuhanmu?”
“Tuhanku adalah Allah,” jawab Masyithah.
“Bawa ibunya dan letakkan di minyak yang mendidih itu sampai mati di depannya,” kata Fir’aun memerintahkan.
Setelah itu, Fir’aun bertanya lagi Masyithah untuk kali kedua, “siapa Tuhanmu?”
“Tuhanku adalah Allah,”jawab Masyithah.
“Bawa suaminya dan letakkan di minyak mendidih itu sampai mati di depannya,” kata Fir’aun memerintahkan.
Setelah itu, Fir’aun bertanya kembali kepada Masyithah, “Siapa Tuhanmu?”
“Allah adalah Tuhanku,” jawab Masyithah.
Mereka kemudian merampas anak Masyithah yang masih menyusu dari tangannya. Ketika mereka memasukkan bayi itu ke dalam minyak yang mendidih, Fir’aun bertanya lagi kepada Masyithah, “Siapa Tuhanmu?”
“Tuhanku adalah Allah,” jawabnya.
Bayi yang baru berusia beberapa bulan itu menjerit dari dalam minyak yang mendidih, “Sabarlah ibu dan janganlah engkau goyah. Engkau berada di atas kebenaran.”
Mereka kemudian menarik wanita itu dan memasukkannya ke dalam minyak. Wanita itu hanya meminta satu hal. Ia meminta agar tulang-tulang dirinya, ibunya, suami dan anaknya di masukkan ke dalam satu kuburan.
Demikianlah. Dan, kuburan itu selalu mengeluarkan aroma seperti misik bagi setiap orang yang melintasnya.
Sampai bertemu di cerita yang lain di malam berikutnya, dengan kehendak Allah.
***
24. Petani Cerdas dan Menteri Dungu
Anak-anaku tercinta!
Kemarilah, aku akan menceritakan untukmu kisah seorang petani yang cerdas dan menteri yang dungu.
Alkisah, ada seorang raja bijaksana dan memiliki pengetahuan luas. Setiap kali ia memeriksa kondisi masyarakat dan negaranya, ia selalu ditemani oleh seorang menteri. Namun sayang, menteri itu tidak mempunyai pengalaman dalam hidupnya.
Suatu hari raja itu keluar dengan ditemani oleh menteri tersebut. Di tengah perjalanan sang raja bertemu dengan seorang petani yang sedang bekerja di ladangnya. Raja berhenti di sana dan memberikan salam kepada petani itu. Secara kebetulan, pertani yang ditemuinya itu seorang laki-laki tua.
“Bagaimana keadaan yang jauh,” tanya sang raja kepada petani tua itu.
“Yang jauh mendekat,” jawab petani.
“Bagaimana keadaan yang dua,” tanyanya kembali.
“Mereka menjadi tiga,” jawabnya.
“Bagaimana keadaan yang banyak,” tanyanya.
“Mereka berpencar,” jawabnya.
Sampai di sini, sang raja mengakhiri pertanyaannya dan kemudian berlalu bersama menteri itu.
Raja lalu bertanya kepada menterinya, “Mengertikah kau tentang dialogku dengan petani itu yang terjadi di depanmu?” Menteri itu menyatakan dirinya tidak mengeri akan hal apapun.
Sang raja berkata, “Akan kuajari kau. Yang dimaksud dari pertanyaaku tentang sesuatu jauh kemudian mendekat adalah pandangan yang melemah. Yang dimaksud dua hal yang kemudian menjadi tiga adalah kedua kaki yang menjadi tiga dengan tongkat. Yang dimaksud dari pertanyaanku tentang hal banyak yang kemudian berpencar adalah gigi. Engkau dipecat, sebab tidak bisa memahami rakyatmu yang hanya petani itu.”
Anak-anakku, demikianlah kisah itu berakhir.
***
25. Daud dan Sulaiman
(Bagi keduanya keselamatan)
Anak-anakku tercinta!
Malam ini kita akan bercerita tentang sebuah kisah yang terjadi pada masa Nabi Sulaiman –baginya keselamatan. Kisah ini diceritakan dalam sebuah hadis shahih dari riwayat Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya.
Abu Hurairah berkata, “Nabi saw bersabda, ‘Ada dua wanita yang bersama anak-anaknya. Datanglah seekor serigala (dan) membawa salah satu dari kedua anak. Wanita itu berkata kepada sahabatnya, “Serigala itu pergi memawa anakmu.” Sementara wanita yang lainnya berkata, “Serigala itu pergi membawa anakmu.” Kedua wanita itu lalu mengadu kepada nabi Daud –baginya keselamatan. Maka nabi Daud lalu menghukum wanita yang tua. Kedua wanita itu keluar (menemui) nabi Sulaiman bin Daud dan keduanya menceritakan hal itu kepadanya. Nabi Sulaiman berkata, “Berikanlah pisau kepadaku, aku akan menikamkannya di antara kalian berdua.” Wanita yang lebih muda itu berkata, “Jangan lakukan, semoga Allah merahmatimu, dia adalah anaknya.” Maka, nabi sulaiman menghukum wanita yang lebih muda.’”[ Disepakati oleh Bukhari dan Muslim]
***
26. “Yang Menahan Marah”
Anak-anakku tercinta.
Malam ini kita akan bercerita tentang sebuah kisah yang memberikan pelajaran tentang lapang dada dan pemaaf.
Amirul Mukminin Harun al-Rasyid memiliki seorang pembantu wanita. Suatu hari dia ingin pembantu wanita itu membawakan air untuknya dalam sebuah teko untuk mengambil wudu shalat Ashar.
Pembantu wanita itu kemudian membawa air di dalam sebuah teko. Namun karena tubuhnya kurus, teko itu jatuh sehingga air yang ada di dalamnya membasahi pakaian khalifah. Spontan pembantu itu ketakutan sebab pasti dirinya akan dibunuh.
Tapi karena pembantu wanita ini cerdik, maka ketika ia melihat khalifah Harun al-Rasyid marah, ia berkata, “‘dan yang menahan marah’ wahai Amirul Mukminin.”
Harun al-Rasyid berkatanya kepadanya, “Aku telah menahan marahku.”
Namun pembantu wanita itu berkata, “‘dan yang memaafkan orang lain’ wahai Amirul Mukminin.” Harun al-Rasyid berkata kepadanya, “Aku telah memaafkanmu.”
Untuk kesekian kalinya pembantu wanita itu berkata, “‘dan Allah mencintai orang-orang yang baik.” Harun al-Rasyid berkata kepadanya, “Aku telah berbuat baik kepadamu. Karena Allah kau merdeka.”
Anak-anakku.
Apakah kalian melihat bagaimana akhlak para khalifah, bagaimana Amirul mukminin berinteraksi terhadap budak perempuan yang lemah lagi miskin itu.
Harun telah berbuat baik dan ia telah berbisnis dengan Allah melalui kemerdekaan pembantu itu.
Sampai bertemu di cerita lain pada malam berikut, insyaallah.
***
27. Balasan Seekor Anjing
Anak-anakku.
Malam ini kita akan bercerita tentang seekor anjing. Jangan heran, anjing ini disebutkan di dalam al-Qur`an. Anjing ini adalah anjing ashabul kahfi.
Kala itu, suasana di sebuah kampung sangat aman dan tentram. Di sana hidup seorang laki-laki kaya yang menjadi kepala kampung. Ia mempunyai tiga ekor sapi, satu keledai, empat kambing dan satu anjing. Anjing ini mempunyai dua sifat yang aneh: cerdas dan suka membalas budi.
Satu malam datanglah pencuri-pencuri dari luar kampung. Mereka merusak pagar kebun kepala kampung dan membawa lari binatang ternak yang dimilikinya. Ketika pencurian itu berlangsung, sang anjing menggonggongi mereka. Namun tak satupun dari penghuni rumah atau penghuni kampung itu terbangun.
Para pencuri itu membawa hewan-hewan yang mereka curi. Namun, tanpa mereka sadari, anjing itu mengikuti mereka dari kejauhan sampai di tempat di mana mereka mereka menyembunyikan hewan curiannya. Hewan-hewan itu disembunyikan di kampung sebelah.
Setelah mengetahui tempat menyembunyikan hewan-hewan itu, si anjing kembali ke rumah kepala kampung seiring dengan datangnya pagi. Ketika tiba di sana, para penghuni rumah telah terbangun. Demikian juga dengan penduduk kampung. Mereka semua baru tahu bahwa hewan-hewan kepala kampung telah di bawa lari pencuri.
Si anjing datang menemui pemiliknya sambil sesekali memukul-mukulkan kakinya ke tanah dan mengerak-gerakkan kepalan menunjuk ke arah tertentu. Sesekali ia pun menggigit baju pemiliknaya seolah meminta untuk berjalan bersamanya.
Melihat gerak-gerik anjing itu orang-orang terkejut. Salah seorang dari mereka berkata, “Ayo kita ikuti anjing ini. Mungkin ia punya berita baik.”
Anjing itu kemudian berangkat diiringi oleh pemiliknya dan sejumlah orang yang berjalan di belakangnya. Setelah tiba di sebuah rumah di kampung sebelah, si anjing berdiri di depan pintunya. Ia menggonggong dan memukul-mukulkan kakinya ke pintu rumah itu.
Kepala kampung dan orang-orang yang bersama kemudian membongkar pintu rumah itu dan di dalamnya mereka menemukan hewan-hewan yang telah dicuri itu. Mereka kemudian mengambil hewan-hewan itu dan mereka pun berterima kasih kepada anjing itu atas kecerdasan dan budi baiknya.
Sampai bertemu di cerita lain pada malam berikut, insyaallah.
***
28. Kisah Seekor Gajah
Anak-anakku.
Tentu kalian mengenal hewan besar yang memiliki belalai panjang ini. Ya, benar, dia adalah gajah.
Gajah memiliki kisah tersendiri bersama penduduk Mekah. Gajah telah dimuliakan Allah dengan menyebutkannya di dalam al-Qur`an. Gajah juga telah dijadikan Allah sebagai nama sebuah surat, yaitu surat al-Fil (gajah).
Cerita tentang gajah ini terjadi pada masa Yaman diperintah oleh seorang raja yang bernama Abraha. Abraha adalah seorang raja –bodoh dan sombong- yang dikepalanya tersimpan pemikiran-pemikiran setan. Ide itu adalah membangunan sebuah rumah ibadah.
Abraha ingin mengajak umat manusia berhaji dan berthawaf di rumah ibadah itu. Bahkan, ia berfikiran untuk menghancurkan orang-orang Arab dengan sebuah pasukan besar yang dipimpin oleh binatang yang belum dikenal oleh orang-orang Arab. Mereka bertujuan ingin menghancurkan ka’bah. Melihat peristiwa itu, orang-orang merasa takut terhadap gajah itu.
Abdul Muthalib yang kala itu menjadi pemimpin bagi penduduk Mekkah memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekkah dan bersembunyi di gunung-gunung.
Abdul Muthalib memiliki unta-unta yang digembala di padang pasir. Unta-unta itu dirampas oleh Abraha setelah mengetahui bahwa unta-unta itu kepunyaannya. Abdul Muthalib kemudian mendatangi Abraha untuk meminta unta-untanya dikembalikan.
Melihat itu Abraha tertawa dan bahkan mengolok-oloknya. Abraha berkata kepadanya, “Apa kau akan meninggalkan rumah moyangmu, sementara engkau berbicara denganku tentang untamu.”
Abdul Muthalib menjawab, “Unta-unta itu adalah milikku. Adapun rumah itu, ia memiliki Tuhan yang akan melindunginya.”
Tentara Abraha bergerak dengan didahului oleh gajah-gajah itu. Namun, ketika gajah-gajah itu telah dekat dari Ka’bah, tiba-tiba mereka enggan meneruskan perjalanan dan hanya duduk di tempatnya. Para pengendara gajah kemudian memukuli mereka agar bergerak menghancurkan Ka’bah. Pukulan mereka semakin keras dan semakin keras. Namun tetap saja gajah-gajah itu enggan berdiri.
Anehnya, tatkala mereka menghadapkan gajah-gajah itu ke arah Yaman (membelakangi Ka’bah), gajah-gajah itu segera bangkit. Tapi ketika dihadapkan ke arah Ka’bah, mereka menolak.
Tiba-tiba, orang-orang melihat burung yang turun dari langit dengan membawa batu-batu kecil seukuran kacang di antara kuku-kukunya. Burung-burung itu kemudian melempari para penunggang kuda, penunggang gajah dan gajah itu sendiri. Seketika itupula mereka berubah menjadi debu dan hancurlah tentara Abraha bersama dengan pasukannnya.
Di dalam al-Qur`an Allah memberitahukan nabi-Nya tentang apa yang terjadi pada saat itu. Allah berfirman, “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhamu telah bertindak terhadap tertara bergajah. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan, Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat.” (al-Fiil: 1-5)
Sampai bertemu di cerita lain pada malam berikut, insyaallah.
***
29. Semut dan Nabi Sulaiman
Anak-anakku!
Apakah kalian tahu semut? Dia berukuran kecil, memiliki dunia sendiri dan memiliki sistem dan komunitas sendiri.
Sekelompok semut hidup di padang pasir. Semut-semut itu mempunyai seorang pemimpin yang membimbing dan mengawari tatanan kehidupan mereka. Semut-semut lain yang ada di sekitar pemimpinnya merasa bahagia dan aman. Mereka ridha dengan apa yang Allah berikan kepada mereka berupa rizki yang melimpah.
Suatu hari, raja Sulaiman bin Daud –bagi keduanya keselamatan- melintas di padang pasir itu bersama dengan tentarannya. Allah telah mengajarkan kepadanya bahasa burung dan hewan-hewan lainnya, termasuk di antaranya semut dan seluruh binatang melata.
Kekeketika ketika Ketika nabi Sulaiman berjalan bersama pasukannya, raja semut yang juga sedang berjalan bersama kelompoknya menyeru mereka agar kembali ke tempat. Itu dilakukan agar kelompoknya tidak terinjak oleh nabi Sulaiman bersama pasukannya.
Nabi Sulaiman yang mengerti bahasa semut tersenyum dan menghentikan pasukannya sehingga tidak menyakiti semut-semut itu. Semut yang mendengar perkataan nabi Sulaiman itu bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Sulaiman.
Anak-anakku!
Lihatlah bagaimana seorang nabi Allah Sulaiman menghormati semut-semut itu, padahal Allah telah menganugerahkan sebuah kerajaan yang besar kepada Sulaiman. Itulah ketawadhuan dari seorang nabi sekaligus raja Sulaiman bin Daud –bagi keduanya keselamatan.
Sampai bertemu di cerita yang lain, insyaallah.
***
30. Pemuda Cerdas
Anak-anakku tercinta!
Malam ini marilah kita menyelami sebuah kisah indah di antara kisah-kisah Islami.
Suatu malam, Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab –semoga Allah meridhainya- berjalan bersama dengan para sahabatnya di salah satu jalanan kota Madinah. Umar –semoga Allah meridhainya- adalah sosok yang ditakuti oleh tua maupun muda.
Di salah satu jalan Madinah ada banyak anak muda senang bermain di bawah sinar rembulan. Tatkala Umar mendekat ke mereka, semua berhamburan melarikan diri karena takut kepada Umar kecuali hanya satu orang. Umar heran terhadap pemuda itu, lalu ia bertanya kepadanya, “Mengapa kau tidak lari wahai pemuda?”
“Aku tidak melakukan dosa. Kenapa aku harus kabur wahai Amirul mukminin,” jawab pemuda itu.
“Tidakkah kau takut kepadaku?,” tanya Umar.
“Mengapa aku harus takut. Aku tidak melakukan sesuatu yang membuatmu marah,” jawabnya.
“Aneh kau anak muda. Siapa namamu?,” tanya Umar kembali.
“Namaku Abdullah, bapakku Zubair, murid Rasulullah saw, dan ibuku Asma binti Abu Bakar al-Shidiq –semoga Allah meridhainya-,” jawabnya.
“Kau pemuda terbaik. Kau akan mendapat posisi, jika Allah berkehendak,” kata Umar.
Anak-anakku.
Pemuda itu adalah Abullah bin al-Zubair, sosok yang dibai’at oleh penduduk Hijaz untuk memangku kekhalifahan setelahnya. Ia pernah menjadi Amir di Hijaz selama lebih dari empat tahun.
***
31. Penyambutan yang Baik
Anak-anakku.
Sekarang kita bersama kisah yang mengajarkan bercita rasa yang tinggi dan membuat penyambutan yang baik.
Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan –semoga Allah meridhainya- berjalan di kota Syam. Di sekelilingnya para tentara yang mengawalinya. Ketika mereka mendekat ke mesjid Umawi, mereka berbenturan dengan gerombolan anak-anak yang keluar dari menghafal al-Quran –tempat menghafal al-Qur’an terdapat di dalam mesjid. Muawiyah membentur seorang anak yang membawa kertas bertulis ayat al-Qur`an yang akan dihafalnya. Di kertas itu tertulis surat “Abasa” (bermuka masam). Muawiyah bertanya kepada anak itu, “Surat apa yang kau hafalkan dari kertas itu wahai anak muda?”
“Surat al-Fath, (“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” [al-Fath: 1]),” jawab anak itu.
“Tapi aku melihat dikertas itu tertulis “Abasa” (bermuka masam),” kata Muawiyah membantah.
Anak itu tersenyum dan berkata, “Ya, tapi aku tidak menyambut khalifah dengan muka masam, melainkan aku menyambutnya dengan kemenangan yang nyata.”
“Semoga Allah memberikan kemenangan untukmu wahai anak muda,” kata Muawiyah.
***
32. Ketawaduan Nabi Muhammad saw
Marilah kita mempelajari ketawadhuan dari Nabi Muhammad saw yang kehidupannya merupakan cermin dan teladan bagi kaum muslimin dan orang-orang shaleh.
Suatu ketika Rasulullah saw dan para sahabat yang mulia –semoga Allah meridhai mereka- berada di dalam sebuah perjalanan di tengah padang pasir. Para sahabat merasa lapar, karena itu mereka meminta izin kepada Rasullah untuk pergi. Mereka kembali dengan membawa seekor kambing. Salah seorang sahabat berkata, “Aku yang menyembelihnya.” Sahabat yang lain berkata, “Aku yang mengulitinya.”
Rasulullah kemudian bangkit, menyingsingkan lengan baju dan melangkah ke arah pasir-pasir. Beliau berkata, “Aku yang mengumpulkan kayu bakar.”
Para sahabat berkata, “Jangan ya Rasulullah. Kami sudah cukup.” Rasulullah berkata, “Tapi, aku suka berbaur dengan kalian dalam bekerja.”
Demikianlah anak-anakku. Dari kisah ini kita dapat mempelajari cinta dan kebersamaan antara pemimpin dan pasukannya terhadap Nabi Muhammad saw. Di dalam sebuah komunitas, semua fihak harus bekerja sama dan saling memahami antara satu dengan yang lainnya. Dan itulah cinta yang sesungguhnya.
Sampai jumpa di cerita baru pada malam berikutnya, insyaallah.
***

33. Si Kaya yang Sombong
Di sebuah kampung dari perkampungan yang ada di Fayyum, salah satu provinsi di Mesir, ada seorang laki-laki Bani Israil yang tak ubahnya seperti berhala. Itu berlangsung di masa fir’aun. Si berhala ini memiliki hubungan dengan Fir’aun di mana dirinya merupakan salah satu pengikutnya yang sombong di muka bumi dan mengingkari nikmat-nikmat Allah.
Karena itulah Allah mengutus nabi Musa as untuk memperingatkan dan menasihati Qarun, nama laki-laki itu, atas segala nikmat dan anugerah Allah yang diberikan kepada dirinya.
Kepada Qarun Allah telah memberikan gudang-gudang yang kuncinya tidak mampu dibawa oleh unta. Namun ia telah tertipu dan menolak untuk mengakui anugerah Allah atas dirinya. Qarun telah tertipu dan terbuai sehingga ia mengatakan, “Aku diberikan gudang-gudang itu atas pengetahuanku.”
Qarun semakin bertambah sombong ketika ia duduk di dalam istananya dan memproklamirkan diri bahwa ia mampu memberi rizki kepada manusia, dirinya lebih mulia dari orang lain dan tidak ada sosok yang lebih mulia dari dirinya.
Berhala itu menjadi semakin sombong dan takabur ketika di pagi hari memakai sutera dan pergi dengan perhiasaannya, ia menunggang kuda dengan para pengawal di sekelilingnya dan kadang-kadang duduk di atas keretanya yang ditarik oleh beberapa ekor kuda.
Ketika dirinya berkeliling di kota, ia meminta orang lain untuk mengagung-agungkan dirinya. Namun, untuk kesekian kalinya nabi Musa datang dengan membawa peringatan yang nyata. Sayangnya kedua matanya telah buta, kedua telinganya telah tuli dan hatinya tidak tersentuh untuk orang-orang miskin dan membutuhkan.
Qarun menghabiskan malam-malamnya bersama wanita-wanita penari, meminum minuman keras dan hal yang sia-sia. Tidak hanya itu, bahkan ia pun menghina para ulama dan orang-orang bijak.
Karena itulah Allah menghentikan perlaku Qarun dengan mengguncangkan tanah yang ada di bawah kedua telapak kaki dan istananya. Guncangan itu semakin kuat dan bahkan menjadi gempa. Orang-orang menyaksikan itu dalam keterkejutan. Akhirnya tanah itu terbelah dan menelan Qarun, istananya, para pengawalnya dan gudang-gudangnya. Orang-orang yang beriman berdiri menyaksikan itu. Mereka bertahlil, bertakbir dan merasa bahagia atas pertolongan Allah. Allah berfirman, “Maka, Kami benamkan Qarun bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka, tidak ada baginya satu golongan pun yang menolongnya selain dari Allah. Dan, tiadalah ia (termasuk) orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (al-Qashah: 81)
Anak-anakku.
Apakah kalian melihat bagaimana akhir orang yang dzalim lagi takabur itu?
***
34. Bulan Terbelah
Anak-anakku.
Pernahkan kalian melihat bulan? Purnama yang indah itu bercahaya di langit, bersinar dan menerangi. Kemarilah, kita akan melihat bagaimana kisah bulan dan apa yang dialaminya di tangan Rasulullah saw.
Suatu malam rasulullah berdiri dan disekitarnya ada banyak orang. Rasul mengajak mereka untuk menyembah Allah dan meninggalkan menyembah berhala. Sesekali orang-orang itu membantahnya, sekali kemudian mendustakannya dan sekali berikutnya mencemoohnya.
Namun salah seorang dari orang-orang musyrik itu berkata kepada rasulullah, “Para nabi terdahulu datang kepada umatnya dengan mukzizat yang dapat mereka lihat di hadapannya. Apakah kau bisa memperlihatkan mukzizat itu kepada kami?”
Rasulullah bersabda kepada mereka, “Lihatlah bulan itu?” Mereka kemudian melihat bulan itu. Ketika Rasulullah mengarahkan tangannya ke arah bulan, maka terbelahlah ia menjadi dua bagian. Separuh berada di sebelah utara dan sebelah lainnya berada di sebelah selatan. Orang-orang itu lalu berkata, “Engkau telah menyihir mata kami.”
Rasulullah bersabda kepada mereka, “Tunggulah orang yang datang dari padang pasir dan tanyakanlah kepadanya!” Beberapa saat kemudian datanglah para penggembala unta dari daerah yang jauh. Mereka pun lalu bertanya kepada mereka, “Apakah kalian melihat sesuatu yang luar biasa?”
“Ya, kami melihat bulan terbelah jadi dua bagian dan kami menyaksikannya dengan mata kami,” jawab mereka. Orang-orang kafir Quraisy itu lalu berkata, “Ini sihir yang terus menerus.” Maka, turunlah firman Allah –ajja wa jalla, “Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. Dan, jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, ‘(Ini adalah) sihir yang terus menerus". Dan, mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya.” (Al-Qamar: 1-3)
Demikianlah anak-anakku.
Kita telah menyimak kisah bulan yang terbelah. Itu adalah mukzizat dari Allah sebagai tanda kebenaran nabinya, Muhammad saw.
***

35. Air yang Berkah
Anak-anakku tercinta.
Kemarilah, kita akan menyimak sebuah kisah di antara mukzizat-mukzizat Rasulullah.
Rasulullah dan para sahabat berada di padang pasir pada masa perang Hudaibiyah. Saat itu udara sangat panas sehingga padang pasir itu terasa begitu membakar. Beberapa sahabat mendatangi Nabi saw dan berkata, “Ya Rasulullah, sebentar lagi waktu shalat tiba dan kita hanya memiliki sedikit air. Kami selalu kehausan karena panas yang luar biasa, sementara air yang ada di kami tidak cukup untuk berwudu dan tidak cukup pula untuk menghilangkan dahaga semua orang.”
Rasulullah kemudian meminta para sahabat membawa ceret yang berisi air. Maka, para sahabatpun memberikan ceret itu kepadanya.
Rasulullah memegang ceret itu dengan satu tangan, sementara tangan yang lain diletakkan di dalamnya. Tiba-tiba air itu menjadi banyak dan meluap sampai ke atas. Para sahabat mulai meminum air itu satu demi satu, sedangkan air memancur dari ceret itu. Mereka semua meminum air itu, berwudu dan menyimpan sebagiannya.
Anak-anakku.
Itulah kisah air yang berkah itu dan ia sebagain dari mukzizat-mukzizat Rasulullah saw.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.
***

36. Jujur dalam Berbicara
Anak-anakku tercinta.
Sekaran kita akan menyimak kisah sebuah kejujuran dalam berbicara yang terjadi terhadap seorang pencari ilmu.
Dikisahkan ada seorang penuntut ilmu yang mendengar seorang syeikh di antara syeik-syeik Baghadad yang memiliki ilmu yang banyak. Si pencari ilmu lantas mempersiapkan kendaraan dan bekal dalam perjalanannya menjumpai syeik itu. Sebelum sampai di tempat syeikh, ia menghabiskan siang dan malam dalam perjalanannya.
Si pencari ilmu mendatangi syeikh dan berkata kepadanya, “Wahai Syeikh yang mulia. Aku datang menghadapmu dari tempat yang jauh. Aku mendengar kau banyak menghafal hadis-hadis Nabi saw. Aku ingin menerima hadis-hadis itu darimu.” Syeikh itu kemudian menerimannya dan menginap di rumahnya.
Keesokan harinya, syeikh ingin menunggang Bighal yang menjadi kendalaan. Namun Bighal itu memberontak darinya. Syeikh kemudian berdiri dan menyingsingkan baju seolah ia menaruh makanan untuk bighal itu. Syeikh memanggil binatang itu untuk mendatangi, padahal ia hanya mengelabuinya.
Melihat itu si pencari ilmu berkata, “Engkau memanggil binatang itu untuk makan, padahal di dalam bajumu tidak ada makanan. Apakah engkau membohongi binatang itu? Syeikh, orang sepertimu tidak diambil hadisnya. Orang-orang yang meriwayatkah hadis Rasulullah disifati jujur dalam berbagai hal.”
Wahai anak-anakku.
Apakah kalian menilai nilai ilmu dan pemiliknya. Dan, kejujuran dalam berbicara adalah pokok dalam sebuah pergaulan, sedangkan dusta adalah sifat orang-orang munafik. Karena itulah rasulullah saw bersabda, “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: Apabila bicara ia berdusta, apabila diamanati ia berkhianat dan jika berjanji ia berdusta.”
***

37. Orang yang Berpuasa Sekaligus Bersedekah
Kemarilah, malam ini aku akan menceritakan sebuah kisah yang mengajarkan kesabaran dan kejujuran dalam berhubungan dengan Allah dan manusia.
Imam Ali bin Abu Thalib ra dan isterinya, Fatimah ra selalu berpuasa pada setiap bulan sebanyak tiga hari. Hari yang tiga itu dinamakan “Ayyamul Bid” atau “hari-hari putih.” Dinamakan demikian karena pada hari-hari itu bulan mencapai kesempurnaanya, yaitu pada malam ketigabelas, keempatbelas dan kelimabelas.
Ketika muazin mengumandangkan azan di hari pertama puasa mereka di satu bulan, Fatimah menyiapkan selembar fathir (sejenis roti) yang terbuat dari gandum. Namun tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumah. Ali kemudian berdiri untuk membukakan pintu. Ternyata ada seorang peminta-minta. Ia berkata kepada imam Ali, “Aku miskin. Aku ingin makanan.” Kepadanya Ali kemudian memberikan fathir itu yang sedianya disiapkan Fathimah untuk mereka berbuka.
Di hari kedua Fathimah menyiapkan selembar Fathir. Saat muazin berazan, ada seseorang yang mengetuk pintu. Ali kemudian membuka pintu dan ternyata ada seorang peminta-minta. Ia berkata kepada Ali, “Aku yatim yang meminta makanan dari orang yang mulia.” Ali lalu mengambil selembar fathir itu dan memberikannya kepada peminta-minta itu.
Di hari ketiga Fathimah kembali menyiapkan selembar Fathir. Saat muazin berazan, ada seseorang mengetuk pintu. Ali kemudian membuka pintunya dan ternyata ada seorang peminta-minta. Peminta-minta itu berkata kepada Ali, “Aku tawanan perang yang menginginkan makanan dari orang-orang yang mulia.” Ali lalu memberikan fathir itu kepadanya.
Karena peristiwa inilah Ali dan Fatimah telah bersedekah selama tiga hari berturut-turut. Maka, Allah kemudian menurunkan firman-Nya untuk mereka berdua.
Allah berfirman, “Dan, mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya Kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Maka, Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan, Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera.” (Al-Insan: 8-12)
***

38. Anak Bangsawan
Kemarilah! Malam aku akan bercerita tentang sebuah kisah yang terjadi di Mesir, di masa Amru bin al-‘Ash ra pada masa kekhalifahan Umar bin al-Khattab.
Waktu itu ‘Amru bin al-Ash ra adalah pemimpin pasukan kaum muslimin dan penakluk Mesir. Itulah situiasi yang berlangsung dan karenanya Mesir dan penduduknya hidup dalam kebahagiaan.
Suatu hari putera ‘Amru bin al-‘Ash mengendarai kudanya. Tiba-tiba seorang pemuda Qibty, yang waktu itu merupakan penduduk asli Mesir, ingin berlomba dengannya. Maka, terjadilah perlombaan itu dengan jarak yang cukup jauh. Akhirnya perlombaan itu di menangkan oleh pemuda Qibti itu.
Namun, putera ‘Amru yang tidak menerima itu menampar mukanya dan berkata kepadanya, “Apakah engkau mendahului anak seorang bangsawan?” Pemuda Qibti itu marah. Ia lalu kembali ke rumahnya untuk mengadukan apa yang dilakukan oleh anak seorang bangsawan kepada bapaknya. Bapak si pemuda itu akhirnya mendatangi ‘Amru bin al-‘Ash dan mengadukan apa yang dilakukan puteranya.
‘Amru mendengarkan pengaduan itu dengan seksama. Ia kemudian memanggil puteranya. Lalu datanglah si anak itu. Amru kemudian berkata kepada pemuda Qibti itu, “Pukullah anak bangsawan itu sebagaimana ia memukulmu.” Namun orang tua si pemuda Qibti enggan melakukan Qishah. Akhirnya kedua saling bermaafan.
Anak-anakku.
Apakah kalian melihat keadilan pemerintahan kaum muslimin dan tidak adanya pemilahan (diskriminasi) di antara anak-anak bangsa.
Kisah ini mengandung pelajaran dan nasihat.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.
***

39. Sahabat Musa di Sorga
Kemarilah, kita akan menyelami sebuah kisah yang memberikan pelajaran tentang nilai sebuah kebaktian terhadap orang tua.
Suatu hari nabi Musa as berbicara kepada Allah. Musa berkata, “Ya Allah, setiap nabi mempunyai teman di sorga. Siapakah temanku di surga?”
Allah swt berfirman, “Wahai Musa, berdirilah di puncak gunung. Kau akan melihat seorang kakek yang sedang berjalan. Ia adalah temanmu di sorga.”
“Aku akan berjalan di belakangnya. Aku akan mencari tahu apa yang dilakukan oleh laki-laki itu?,” kata Musa.
Musa lalu mengikuti laki-laki itu dan ternyata ia memasuki sebuah goa di kaki gunung yang di dalamnya ada seorang nenek. Kakek itu mendudukan si nenek, memberi makan dan minum, kemudian membawanya ke luar dari goa untuk buang hajat. Musa kemudian membawanya kembali masuk ke dalam goa, mendudukannya dan menghiburnya sampai ia merasa bahagia.
Musa lalu mendatangi keduanya dan mengucapkan salam. Kedua orang itu tidak mengenal Musa.
Musa bertanya kepada laki-laki itu, “Siapa wanita ini?”
“Dia ibuku,” jawab laki-laki itu.
Musa lalu berkata kepada si ibu, “Ibu, Tidakkah engkau mendo’akan anakmu ini?”
Si ibu yang tuna netra itu menjawab, “Aku mendo’akannya siang malam?”
“Apa yang Anda doa’kan?,” tanya Musa menyelidik.
“Aku meminta kepada Allah untuk menjadikan di sebagai sahabat Musa bin ‘Imran di surga,” jawab si ibu.
“Allah telah mengabulkan do’amu. Aku adalah Musa bin ‘Imran,” katanya.
Anak-anakku.
Apakah kalian melihat bagaimana nilai sebuah bakti kepada orang tua. Allah swt telah mengabulkan do’a si ibu. Di dalam al-Qur’an Allah swt berfirman, “Dan, Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan, rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (al-Isra: 23-24)
***

40. Sahabat Mulia
Anak-anakku.
Malam ini kita akan menyelami sebuah kisah yang terjadi pada seorang sahabat mulia, Abu Ayyub al-`Anshari ra.
Suatu malam di waktu sahur, ketika bulan bersinar indah, Abu Bakar keluar dari rumahnya menuju sebuah pelataran. Ia keluar akibat rasa lapar yang singgah, namun tidak menemukan makanan di dalam rumahnya.
Ketika Abu Bakar sedang berdiri, tiba-tiba Umar bin al-Khattab ra datang dan berkata, “Wahai Abu bakar, apa yang membuatmu keluar rumah sekarang?”
“Lapar ya Umar. Lalu, apa yang membawamu kemari?,” jawab Abu Bakar seraya bali bertanya.
“Lapar wahai Abu Bakar?,” jawab Umar.
Tatkala keduanya sedang bercengkerama, tiba-tiba Rasulullah mendatangi keduanya seraya mengucapkan salam.
“Apa yang membuat kamu berdua keluar di tengah malam?,” tanya rasulullah kepada mereka.
“Ya Rasulullah, kami tidak keluar kecuali karena lapar,” jawab keduanya.
“Aku (juga) tidak akan keluar dari rumahku sekarang kecuali karena lapar,” kata Rasulullah menjelaskan. “Mari kita ke rumah Abu Ayyub al-Anshari,” sambung Rasulullah mengajak mereka.
Mereka kemudian berangkat ke sana. Setibanya di sana Rasulullah saw mengetuk pintu rumah Abu Ayyub.
“Siapa di pintu,” tanya Abu Ayyub al-Anshari.
“Ya Abu Ayyub, kami datang dalam keadaan lapar,” kata rasulullah menjawab.
“Selamat datang ya Rasulullah,” sambut Abu Ayyub ramah.
Rasulullah, Abu Bakar dan Umar kemudian duduk. Tiba lama berselang Abu Ayyub menyembelih seekor kambing. Maka, Rasulullah pun berkata kepadanya, “Jangan menyembelih kamping yang besar. Anda cukup menyembelih kambing yang kecil.”
Ketika makan diletakkan di depan rasulullah dan kedua sahabatnya, Rasul mengambil sepotong daging dan meletakkannya di dalam roti. Beliau lalu memanggil seorang anak muda yang ada di depannya dan berkata, “Berikan ini kepada Fatimah. Dia tidak pernah merasakan daging sejak lama.”
Anak-anakku tercinta.
Apakah kalian melihat betapa kemulian dan penerimaan sahabat itu kepada rasulullah saw.
Dari kisah ini kita dapat mengambil pelajar bahwa seorang yang lapar, tidak boleh melupakan orang-orang yang lapar lainnya ketika dirinya menemukan makanan. Karena itulah rasulullah tidak menyantap makanan itu sampai Abu Bakar dan Umar merasakannya. Bahkan, Rasulullah pun mengirimkan sebagian makanan itu.
***

41. Apa yang Kau Tahu tentang Fusthath?
Anak-anakku tercinta.
Kemarilah, kita akan menyimak sebuah kisah indah lagi mengagumkan, yang akan menghibur kita di malam ini.
‘Amru bin al-‘Ash memasuki Mesir untuk menaklukkannya di bawah kekhalifahan kaum muslimin. Dengan izin Allah, proses penundukan itu berjalan dengan sukses dan Islam menyebar secara pesat di Mesir.
Kala itu, Mashr al-Qadimah (sebuah kawasan di dalam kota Kairo) merupakan ibu kota Mesir. Di kawasan inilah ‘Amru membangun sebuah masjid yang kemudian di kenal dengan nama “Masjid Amru bin ‘Ash”.
Sebelum Amru membangun masjid tersebut, terlebih dahulu ia bersama tentaranya mendirikan sebuah tenda besar yang digunakan untuk shalat. Ia bersama sejumlah penasihatnya pun tidur di dalam tenda tersebut.
Beberapa bulan kemudian, Amru berfikir uuntuk mendirikan sebuah masjid. Setelah pembangunan mesjid itu selesai, ia meninggalkan tenda yang dalam bahasa Arab di sebut “fusthath”. Demikian juga dengan orang-orang yang menuju ke tenda ‘Amru. Mereka menyebutnya menuju ke Fusthath (tenda).
Ketika Amru meninggalkan tendanya, burung-burung merpati merpati bertelur di atas tenda itu sampai menetas. Karena itulah ‘Amru menolak untuk merobohkan tenda itu karena burung merpati dan anak-anaknya. Hal itu terus berlangsung dalam waktu yang lama. Karena itu pula tempat di mana tenda tersebut berada di namakan “Fusthat” (tenda). Sekarang tempat itu dikenal dengan nama “Mashr al-Qadimah”.
***

42. Rasulullah saw dan Tenda Ummu Ma’bad
Ummu Ma’bad bersama suami dan anak-anaknya tinggal di sebuah tenda sederhana di padang pasir. Di sanalah ia mendidik anak-anaknya, sementara Abu Ma’bad, suaminya, setiap pagi selalu membawa kambingnya untuk memakan rerumputan dan meminum air. Abu Ma’bad baru kembali ke tendanya setelah senja.
Tenda Ummu Ma’bad terletak di sisi jalan bay pass Mekah-Madinah. Di masa hijrah, ketika Rasulullah dan Abu Bakar melakukan perjalanan di padang pasir dan mereka berdua kehausan dan kelaparan, mereka sempat mampir di tenda Ummu Ma’bad. Rasulullah memangil-manggil si pemilik tenda. Ketika si Ummu Ma’bad menjawab, rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah engkau punyai susu?”
Ummu Ma’bad menjawab, “Suamiku, Abu Ma’bad, keluar dengan membawa kambingnya. Kami tidak punya selain kambing betina yang tidak bersusu.”
“Bawalah kambing itu kepadaku,” kata Rasulullah kepadanya.
Ummu Ma’bad lalu membawa seekor kambing yang kondisinya mengkuatirkan. Rasulullah memegang kambing itu dan mengusap susunya seraya membawa “Bismillahir-rahmanir-rahim”. Tidak lama kemudian keluarlah susu banyak sekali. Rasulullah dan Abu Bakar kemudian meminum susu itu. Setelah selesai rasulullah berkata kepada Ummu Ma’bad, “Apakah kau punya tempat?”
Ummu Ma’bad membawa sebuah tempat besar. Setelah menerimanmya, rasulullah kemudian memeras susu kambing ke tempat itu sampai penuh. Beliau kemudian meninggalkan kambing itu dalam keadaan sehat. kambing itu dapat bermain dan merumput. Melihat itu membuat Ummu Ma’bad terkejut atas peristiwa yang terjadi.
Ketika Abu Ma’bad datang, ia bertanya kepada isterinya, “Bukankah engkau tidak punya susu? Tapi mengapa aku melihatnya?” Ummu Ma’bad kemudian menjelaskan bahwa seorang laki-laki mulia dan membawa berkah melewati kami. Karena dialah terjadi begini-begini. Ia menceritakan peristiwa yang terjadi. Maka, Abu Ma’bad pun bahagia dan air mukanya berseri-seri. Ia berkata, “Dia pasti Rasulullah saw. Ia kemudian menunggang kudanya untuk menyusul rasulullah. Ia bertemu dengan Rasulullah di Madinah dan dirinya menyatakan masuk Islam.
***

43. Imam Syafi’i dan Jawaban Si Penanya
Anak-anakku tercinta.
Malam ini kita akan menyimak sebuah kisah indah dan bemanfaat.
Imam syafi’i sedang duduk untuk menyampaikan pelajaran. Di sekelilingnya banyak orang yang datang dari berbagai tempat. Kepadanya mereka belajar tentang persoala agama dan menanyakan hal-hal yang tidak mereka ketahui.
Ketika imam Syafi’i sedang berbicara, tiba-tiba seseorang bertanya. “Apa dalil yang menunjukkan atas keesaan Allah?” katanya.
Imam syafi’i yang melihat si penanya memegang ranting pohon murbei menjawab, “Dalilnya adalah daun murbei. Ia dimanakan oleh manusia, maka keluarlah tinja. Dimanakan oleh ulat, maka keluarlah sutera. Dimanakan oleh unta, maka keluarlah kotoran. Dimakan oleh menjangan, maka keluarlah misik. Dimakan oleh lebah, maka keluarlah madu. Dimakan oleh kambing, maka keluarlah susu.”
Ciptaan itu beragam, sedang yang menciptakan hanyalah satu.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.
***

44. Sepasang Sepatu Jebakan.
Anak-anakku tercinta.
Sekarang kita akan mengikuti sebuah cerita yang menghibur sekaligus bermanfaat. Cerita itu merupakan kisah nyata. Kisahnya begini.
Di sebuah daerah terpencil di padang pasir, hiduplah seorang laki-laki Yahudi. Ia bercita-cita ingin memiliki seekor unta yang dapat ditungganginya dan dapat membawa barang-barangnya.
Suatu hari Yahudi itu melihat orang Arab melintas di padang pasir dengan mengendarai unta. Orang Arab itu selalu melewati tempat itu setiap minggunya.
Laki-laki itu berniat untuk merampok unta si Arab. Maka, ia kemudian mendatangi jalan yang sering dilewati oleh si Arab itu. Di sana ia melemparkan salah satu sepatunya yang masih baru. Sementara yang satu laginya di lemparkan ke tempat yang jauh dari yang pertama. Ia terus mengawasi kapan si Arab itu datang.
Ketika si Arab datang, ia menemukan salah satu sepatu si Yahudi. Karenanya ia sangat bahagia. Namun si Yahudi melihatnya. Ia kemudian mendatanginya dan berkata kepada, “Itu Cuma satu. Tidak berguna.”
“Apakah kau tahu di mana yang satunya lagi?,” kata si Arab kepada si Yahudi.
“Aku melihatnya di tempat Anu. Bergegaslah ke sana sebelum sepatu itu diambil oleh selain kamu,” kata si Yahudi.
Mendengar itu si Arab turun dan meninggalkan untanya di bawah sebuah pohon. Ia kemudian bergegas berangkat ke tempat yang ditunjukkan untuk mengambil sepatu yang satunya. Benar saja ia menemukan sepatu yang kedua itu. Akhirnya sepatu itu menjadi dua (sepasang), namun sayang ia tidak menemukan untanya. Ternyata unta itu telah dicuri oleh si Yahudi. Ia kemudian pulang dengan membawa sepasang sepatu jebakan.

45. Anak yang Cerdas
Anak-anakku!
Kita akan menyimak sebuah kisah singkat namun indah.
Ada seorang laki-laki yang memiliki dikenal bertakwa. Ia tinggal di sebuah kampung yang nyaman. Kepadanya Allah menganugerahkan empat orang anak laki-laki yang kemudian didiknya dengan pendidikan yang benar.
Suatu hari, ia duduk bercanda bersama mereka. Ia ingin menguji sejuah mana keimanan mereka. Karena itulah ia memberi masing-masing mereka satu ekor burung. Ia memerintahkan mereka untuk menyembelih burung tersebut tanpa seorang pun tahu.
Mereka akhirnya berpencar untuk melaksanakan perintah bapaknya. Setelah agak lama, si anak pertama datang dengan muka yang berseri-seri. Ia berkata, “Aku telah menyembelih burung itu.”
Tidak lama kemudian datanglah anak kedua. Ia berkatanya kepada bapaknya, “Aku telah menyembeli burung itu.” Beberapa menit kemudian datanglah si anak ketiga. Ia berkata, “Aku telah menyembelih burung itu” setelah itu, datang si anak keempat. Sang bapak bertanya kepada anak keempat itu, “kenapa kau tak menyembeli burung itu seperti saudara-saudaramu?”
“Bapak, aku telah mencari tempat yang tidak ada seorang pun melihatku. Tapi aku tidak menemukannya. Aku tidak datang ke sebuah tempat, kecuali Allah melihatku berada di tempat itu,” katanya kepada bapaknya.
Akhirnya si bapak tahu bahwa anak keempatnya itu adalah sosok yang paling cerdas akalnya dan paling kuat keimanannya.
Anak-anakku tercinta!
Tahukah kalian sekarang bahwa si anak itu takut kepada Allah? Ia juga tahu bahwa Allah selalu melihatnya di tempat manapun.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.
***

46. Tamak itu Tercela
Anak-anakku tercinta.
Qana’ah adalah harta yang tidak menghancurkan, sedang ketamakan itu menghancurkan diri dan membahayakan tubuh. Di dalam ketamakaan itu ada kedzaliman terhadap jiwa, sebab ia menimpakan kerugian bagi orang lain.
Seperti yang diketahui Asy’ab adalah laki-laki yang tamak. Ia tidak pernah merasa cukup dengan sedikit. Perhatiannya selalu terpokus pada makanan.
Suatu hari ia melintas di depan sekelompok orang yang sedang makan. Ia berkata kepada mereka, “Assalamualaikum wahai para pencari.”
Semua orang terkejut mendengar ungkapan selamat yang tidak layak itu. Mereka memandang ke arah Asy’ab dalam kebingungan. Mereka berkata, “Tidak, kami orang-orang mulia.”
“Ya Allah jadikanlah mereka orang-orang yang jujur dan jadikanlah aku dari golongan para pendusta,” kata As’ab. Ia kemudian duduk di antara mereka dan mengulurkan tangannya ke wadah makanan yang sedang disantap oleh mereka. Selanjutnya ia mulai menyantap makanan itu dengan begitu rakus.
“Apa nama makanan ini,” tanya Asy’ab kepada mereka.
“Namanya racun,” jawab mereka.
Ia kemudian menyantap makanan itu dan berkata, “Kehidupan setelah kalian itu haram (kalian tidak boleh menyantap makanan ini).” Ia terus menyantap makanan itu dengan rakusnya.
Orang-orang yang sedang makan terkejut. Akhirnya salah seorang dari mereka marah dan berkata kepadanya, “Tuan, apakah kau mengenal salah seorang dari kami?”
“Aku mengenal ini,” jawab Asy’ab sambil memberi isyarat ke arah manakan.
Anak-anakku tercinta.
Tidak diragukan bahwa makan itu mempunyai etika tertentu. Bertamu juga memiliki etika tertentu. Kita harus membaca basmalah ketika di awal makan dan membaca hamdalah di akhirnya. Namun Asy’ab tidak mengenal aturan-aturan ini. Bila ia tahu, tentu ia tidak akan melakukan hal seperti itu. Karena perbuatanya pula orang-orang membencinya. Mereka lantasnya menjadikan perbuatannya itu sebagai contoh tercela.
***

47. Tabiat itu Tidak Berubah
Anak-anakku tercinta.
Kemarilah, kita akan menyimak sebuah kisah yang dapat memberi pemahaman bagi kita bahwa tabiat itu tidak bisa berubah.
Seorang laki-laki Arab berkata kepada sekelompok orang yang ada disekelilingnya, “Tabiat itu bisa dirubah oleh adaptasi.” Seorang laki-laki berkata kepadanya, “Tidak saudaraku. Segala sesuatu itu mempunyai tabiat yang tidak dapat dirubah. Serigala, misalnya, pasti akan memangsa kambing dan kita belum pernah melihat kambing memangsa serigala.”
Namun si Arab itu tidak percaya. Segera ia pergi ke padang pasir untuk mengambil seekor anak serigala yang masih kecil dan memasukkannya ke dalam kandang bersama seekor kambing miliknya. Maka, serigala itu menyusu kepada kambing dan tumbuh dalam buaiannya sampai ia besar. Serigala itu mulai bisa berlari ke sana ke mari di dalam kandang. Melihat itu si Arab begitu senang dan ia berkata, “Begitulah, aku berhasil mebuat kambing itu sebagai itu dan serigala anaknya.”
Hari-hari terus berlalu sementara si Arab sangat senang dengan percobaannya. Suatu hari tatkala serigala itu sudah besar, ia ingin melihat kambing dan serigala itu. Ia membuka pintu kandang dan ternyata serigala itu telah memangsa kambing. Ia berteriak kepada serigala itu, “Kau minum dari air susunya, tumbuh dalam buaiannya, menerima pendidikan darinya. Tapi sekarang kau memangsanya. Katakan padaku siapa yang memberitahumu bahwa serigala adalah bapakmu?”
Anak-anakku tercinta.
Demikianlah, tabiat mulia akan menjadikan kemuliaan dan tabiat lalim akan menjadikan kelaliman.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.
***

48. Takdir Allah
Kemarilah, kita akan menyelami sebuah kisah untuk melihat takdir Allah.
Ada seorang ibu yang tinggal di Amerika, tepatnya di negara bagian Kalifornia. Ia adalah seorang muslimah yang tigagal bersama anaknya yang masih muda, Ahmad.
Ahmad adalah pemuda yang mendapatkan gelar doktornya di bidang geologi. Ia dikenal beda karena budi pekertinya yang luhur dan pengetahuannya yang luas. Semua orang yang ada disekelilingnya mencintai dan mendengarkannya.
Secara mengejutkan universitas memutuskan untuk membentuk sebuah dewan yang terdiri dari enam orang doktor, termasuk di antaranya Ahmad. Mereka akan dikirim ke Afrika selatan untuk sebuah penelitian mengenai debu tanah di sana.
Akhirnya hari keberangkatan pun telah ditetapkan. Hari yang dipilih adalah sabtu. Semalam menjelang keberangkatan Ahmad berkata keapda ibunya, “Aku minta ibu membangunkanku jam enam pagi. Besok aku mau berangkat ke Afrika selatan bersama tim ilmuan.”
Si ibu gembira mendengar berita itu. Meski begitu, sebenarnya ia merasa kuatir. Sebab, walau bagaimanapun ia sangat mencintainya dan takut terjadi sesuatu padanya. Namun Ahmad berusaha menenangkan ibunya dan ia berkata kepadanya, “Do’akan saja Ibu.”
Sebelum tidur si ibu memasang alarm sebuah jam besar ke arah jam enam pagi. setelah Ahmad masuk ke kamar tidurnya, si ibu pun masuk ke dalam kamarnya.
Adalah kehendak Allah untuk membuat Alarm tidak berpungsi. Alarm itu baru menyala jam delapan. Si ibu terbangun dari tidurnya yang lama. Sebelumnya ia tidak mendengar alarm berbunyi pada jam enam, sebab jam itu memang tidak berbunyi.
Bergegas ia menyalakan radio. Menurut radio itu, dalam segmen sekilas info, telah terjadi kecelakan pada pesawat yang mengangkut empat orang ilmuan dengan negara tujuan Afrika Selatan. Seharusnya Ahmad ikut dalam rombongan tersebut. Tapi ia tidak bisa berangkat akibat keterlambatan. Setelah mendengar berita itu si Ibu segera membangunkan Ahmad dengan riangnya. Si ibu berkata kepada Ahmad, “Bangunlah anakku. Telah terjadi begini-begini.” Namun Ahmad tidak juga bangun.
Tahukah kalian apa yang terjadi? Ternata Ahmad telah meninggal pada saat di mana keempat orang ilmuan itu mati akibat kecelakaan pesawat. Maha suci Allah yang keagungannya jelas, dan Dia adalah Maha Tinggi lagi Berkuasa.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.
***

49. Abu Hanifah si Imam Cerdas
Anak-anakku tercinta!
Abu Hanifah –semoga Allah merahmatinya- adalah seorang imam agung. Kepadanya orang-orang bertanya dan meminta penjelasan. Dia selalu duduk untuk menyampaikan pelajaran setelah Ashar. Tiba-tiba seseorang bertanya kepadanya dengan menghunus pedangnya, “Wahai Abu Hanifah, berilah dalil atas keberadaan Allah.” Sang imam terkejut dan berkata kepada orang itu, “Tenanglah, turunkan pedangmu dan dengarkan perkataanku. Aku pernah di datangi oleh seorang penanya sepertimu. Ia mengatakan bahwa dirinya melihat perahu di tengahaitan. Dalam perahu itu ada banyak makanan dan hewan-hewan. Perahu dapat berjalan sendiri dan mengenal jalannya. Perahu itu tidak dikendalikan oleh seorang pun.”
“Apa yang kau katakan wahai Abu Hanifah. Dia itu gila,” kata laki-laki yang tadi bertanya sambil tercengang.
“Jika engkau heran dengan perahu yang tidak ada nahkodanya, maka apakah masuk akal jika dunia berikut isinya ini tidak ada pencipta yang mengaturnya,” jawab Abu Hanifah. Maka, laki-laki yang bertanya itu merasa puas dan berterimakasih kepadanya. Ia begitu senang dan bahagia.
Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, dengan kehendak Allah.
***

50. Hadiahku untukmu Anakku.
Persembahanku yang paling berharga untukmu sebagai penutup cerita kita adalah do’a-do’a Rasulullah saw.
“Ya Allah, aku meminta keselamatan di dalam agama dan duniaku, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku dan tentramkanlah kekwatiranku. Lindungilah aku dari depan, belakang, kiri, kanan dan dari atasku. Aku berlindung dengan keagungan-Mu dari penganiayaan dari bawahku.”[ Hadis riwayat al-Bazzar]
“Ya Allah, Ampuni, kasihani dan tunjukkanlah aku ke jalan terlurus.”[ Hadis riwayat imam Ahmad]
“Ya Allah jadikanlah aku orang yang banyak bersabar, jadikanlah aku orang yang banyak bersyukur, jadikanlah aku di mataku kecil dan di mata orang lain besar.”[ Hadis riwayat al-Bazzar dengan sanad yang baik]
“Ya Allah, Tuhan yang memalingkan hati. Palingkahlah hati kepada ketaatan-Mu.”[ Hadis riwayat Muslim]
“Ya Allah aku meminta kepadamu untuk mengerjakan kebaikan, meninggalkan kemungkaran, mencintai orang-orang miskin dan agar Engkau mengampuni dan merahmatiku. Bila engkau menginginkan (terjadinya) fitnah pada suatu kaum, maka ambillah aku ke pangkuan-Mu tanpa terkena fitnah. ... Ya Allah aku meminta cintamu dan cinta orang-orang yang mencitaimu serta cinta pekerjaan yang mendekatkanku kepada cintamu.”[ Hadis riwayat Tirmidzi]
Rasulullah saw besabda kepada Muaz bin Jabal ra, “Ingatlah, aku mengajarimu sebauh do’a yang bila engkau berdo’a dengannya, seandainya engkau mempunyai utang sebesar gunung Uhud(pun), tentu Allah akan melunasinya darimu.
Katakanlah ya Muaz, ‘Ya Allah yang merajai raja-raja, Engkau memberikan kerajaan kepada yang dikehendaki, mencabut kerajaan dari yang dikehendaki, memuliakan orang yang dikehendaki, menghinakan orang dikehendaki; di tangan-Mu-lah terdapat Kebaikan, sesungguhnya Engkau atas segala sesuatu itu Maha Berkuasa; Pengasih di dunia dan Akhirat, Penyayang pada keduanya; Engkau memberikan keduanya kepada orang yang dikehendaki dan mencegah keduanya dari orang yang Engkau kehendaki; rahmatilah aku dengan rahmat yang mencukupiku dari rahmat selainmu.’”[ Al-Haitsami berkata dalam Maj’ma al-Zawa`id, “Hadis itu diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam ‘al-Shaghir dan para perawinya terpercaya.”]
Anak-anakku tercinta.
Aku menciptakan kesan dalam penutup buku ini dengan sebuah hadiah yang indah, yaitu seuntai do’a-do’a Rasul saw yang telah aku sebutkan. Aku meminta kepada Allah untuk memberi kemanfaatan kepadamu melalui do’a-do’a itu dan agar engkau mengamalkan isi yang terkandung di dalamnya, sesungguhnya Dia Maha Dekat lagi Maha Mengabulkan do’a.
***

Penutup
Segala puji hanyalah milik Allah Tuhan semesta Alam –Tuhan yang telah mencurahkan anugerah dan kebaikannya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan ini, yang merupakan sebuah kebaikan bagi putera-puteri kaum muslimin.
Marilah kita membaca shalawat dan salam kepada sosok yang diutus kepada sekalian Allah, Muhammad saw, bersama seluruh keluarga dan para sahabatnya.
Anak-anakku tercinta.
Aku telah mempersembahkan untuk kalian banyak karya tulis dan aku meminta kepada Allah agar memberi kemanfaatan untuk melalui itu. Sekarang kupersembahkan buku “Kisah-kisah Islami” ini. Dalam buku ini aku berusaha memelihara semua cerita yang ada adalah benar adanya sehingga anak-anak bisa mengambil nilai plus darinya; kisah-kisah itu merasuk ke dalam hatinya dan menimbulkan senyut di raut muka mereka. Buku kami pun persembahan untuk para bapak dan ibu, sehingga mereka dapat menceritakan kisah-kisahnya kepada anak-anaknya menjelang tidur.
Dalam buku ini aku memindahkan kisah-kisah dari manusia atau hewan. Semua itu bertujuan untuk menamkan rasa cinta dan loyalitas pada kepribadian anak. Sebab, metode terindah dan tersukse untuk mendidik anak di mana pertumbuhan adalah melalui cerita-cerita yang mendidik.
Ketika kami mempersembahkan usaha yang sederhana ini, kami berharap Allah menjadikannya sebagai sebuah ketulusan untuk-Nya, dan kamipun Dia menerimanya.
Demikianlah, dan di sisi Allah-lah segala taufik.
Muhammad Ahmad Muhammad Ali al-Shayim
Kairo – Ma’adi al-Jadidah – Shaqar Quraisy 195
Jum’at pagi, 3 Juli 1998 M / 9 Rabi’ul Awal 1419 H

Daftar isi
Anugerah langka
Menyayangi binatang
Amir dan budak perempuan
Cobaan Allah bagi manusia
Persatuan itu kekuatan
Bantulah saudaramu
Unta yang teraniaya
Hamba shaleh dan awan
Isteri yang bertakwa
Kejujuran itu menyelamatkan
Kebesaran jiwa Rasul
Memaafkan ketika mampu membalas
Istana di surga
Pemuda yang bertakwa
Ali bin Abu Thalib dan mimpi yang nyata
Setan dan kakek
Umar bin Khattab dan Ibu anak-anak.
Tes kepemimpinan
Kisah azan
Bulan-bulan Qamariyah
Bergegas pada kebaikan
Ummu Hudzaifah dan Amanah
Masyithah dan anak perempuan Fir’aun
Petani cerdas dan menteri dungu
Daud dan Sulaiman
“Yang menahan marah”
Balasan seekor anjing
Kisah seekor gajah
Semut dan nabi Sulaiman
Pemuda cerdas
Penyambutan yang baik
Ketawadhuan nabi Muhammad saw
Orang kaya sombong
Bulan terbelah
Air yang berkah
Jujur dalam berbicara
Orang yang berpuasa sekaligus bersedekah
Anak bangsawan
Sahabat nabi musa di surga
Sahabat mulia
Apa yang kau tahu tentang fusthath?
Rasulullah saw dan tenda Ummu Ma’bad
Imam Syafi’i dan jawaban si penanya
Sepasang sepatu jebakan
Anak yang cerdas
Tamak itu tercela
Tabiat itu tidak berubah
Takdir allah
Abu Hanifah si imam cerdas
Hadiahku untukmu anakku.

Komentar

Postingan Populer